top of page

RAPBN 2026 Sektor Pangan Perlu Utamakan Upaya Intensifikasi

Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 untuk sektor pangan sebaiknya memprioritaskan intensifikasi pertanian untuk meningkatkan produktivitas. Perluasan lahan tanpa disertai upaya intensifikasi yang berkelanjutan justru berisiko merusak lingkungan dan merugikan masyarakat.


ā€œUpaya-upaya intensifikasi sejalan dan relevan dengan kondisi sektor pertanian saat ini yang menghadapi banyak tantangan, seperti terbatasnya luas lahan pertanian, dampak krisis iklim dan konflik geopolitik internasional yang mempengaruhi kondisi ekonomi dunia,ā€ terang Peneliti dan Analis Kebijakan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Rahmad Supriyanto.


RAPBN 2026 untuk sektor pangan yang direncanakan sebesar Rp 164,4 triliun akan diarahkan, antara lain, untuk mendorong produktivitas pangan, antara lain melalui ekstensifikasi dan intensifikasi lahan pertanian, modernisasi sistem pertanian/ perikanan, penguatan infrastruktur pertanian, serta pembangunan pergaraman nasional.Ā 


Selain itu anggaran juga diarahkan untuk menjaga stabilitas harga pangan, antara lain melalui penguatan lumbung pangan dan cadangan pangan serta penguatan rantai pasok dan distribusi yang efektif.


Intensifikasi bertujuan meningkatkan hasil produksi per hektar melalui optimalisasi lahan yang ada, diantaranya, melalui penggunaan benih unggul, pupuk, pestisida, teknologi pertanian, serta dukungan infrastruktur pertanian, seperti irigasi. Pendekatan ini tidak hanya menambah produktivitas, tetapi juga menjaga keberlanjutan ekosistem.


Sebaliknya, ekstensifikasi seperti pembukaan hutan dan lahan gambut justru memperparah krisis iklim, mengancam keanekaragaman hayati, serta menimbulkan dampak sosial-ekonomi bagi masyarakat sekitar. Program lumbung pangan atau Food Estate yang mengutamakan pembukaan lahan menjadi contoh kebijakan yang berpotensi memperluas dampak negatif tersebut.


ā€œTujuan intensifikasi dan ekstensifikasi sama, yaitu meningkatkan produksi. Namun, intensifikasi lebih relevan karena memanfaatkan lahan yang terbatas, lebih hemat biaya, dan dapat dilakukan lebih cepat dibanding membuka lahan baru,ā€ tegas Rahmad.


Di tengah meningkatnya kebutuhan pangan, ketersediaan dan harga bahan pangan pokok justru tidak menentu. Salah satu faktor kunci yang memengaruhi ketersediaan dan harga pangan adalah produktivitas pertanian.


Krisis energi juga mendorong kenaikan harga bahan baku pupuk karena gas bumi, yang merupakan salah satu bahan baku utama pupuk, kian mahal. Meningkatnya harga pupuk, termasuk sebagai dampak konflik Rusia-Ukraina, sudah pasti berdampak pada petani dan produktivitas pertanian Indonesia.


Rahmad menambahkan, krisis iklim global yang salah satu dampaknya adalah ketidakpastian cuaca membawa tantangan dan ancaman bagi produktivitas pertanian di dunia, termasuk di Indonesia. Ekstensifikasi pertanian, yang selama ini banyak dijalankan pemerintah, belumĀ  bisa menjawab tantangan pasokan pangan dan bahkan alih-alih menjadi solusi, pembukaan lahan bahkan turut memicu krisis iklim global.


Menempuh upaya ekstensifikasi justru membutuhkan biaya yang lebih besar dan waktu yang lebih panjang karena pembukaan lahan tidak bisa dilakukan dalam waktu yang singkat.


Meski demikian, intensifikasi membutuhkan investasi dan komitmen jangka panjang. Pemerintah perlu memastikan iklim investasi di sektor pertanian tetap kondusif. Akses petani terhadap pupuk berkualitas dengan harga juga sangat krusial.Ketidakpastian pasokan dan harga pupuk yang tinggi mendorong penggunaan dosis yang tidak tepat.Ā 


Kesenjangan harga antara pupuk subsidi dan non-subsidi perlu diperkecil supaya tidak memunculkan potensi pasar gelap yang akan merugikan petani dalam mengakses pupuk yang sesuai dengan kemampuan dan kebutuhannya.


Selain itu, permasalahan pasca panen masih membebani sektor pertanian nasional. Penyusutan hasil panen akibat cuaca, kurangnya fasilitas pengering, serta mesin penggiling yang usang menurunkan kualitas dan daya saing pangan Indonesia. Investasi pada teknologi pasca panen menjadi kebutuhan mendesak untuk menghadapi tantangan iklim dan meningkatkan efisiensi produksi.


Belum lagi permasalahan minimnya daya saing produksi pangan Tanah Air karena diproduksi lewat proses yang kurang efisien. Kurang efisiennya proses produksi menyebabkan harganya menjadi mahal dan berkaitan dengan permasalahan pasca panen yang sudah disebutkan sebelumnya.


Meningkatkan efisiensi di sektor pertanian sangat penting untuk mengoptimalkan hasil panen, mengurangi biaya produksi dan menjaga keberlanjutan lingkungan. Karena itu, anggaran pangan 2026 sebesar Rp164,4 triliun sebaiknya lebih difokuskan pada intensifikasi, modernisasi pertanian, penguatan infrastruktur, dan solusi pasca panen, alih-alih memperluas lahan baru yang berisiko tinggi.

Komentar


Mengomentari postingan ini tidak tersedia lagi. Hubungi pemilik situs untuk info selengkapnya.
  • Youtube CIPS
  • Twitter CIPS
  • Instagram CIPS
  • LinkedIn CIPS
  • Email CIPS
bottom of page