top of page

Panen Beras Catat Rekor Tertinggi, Tapi Mengapa Harga Konsumen Tidak Kunjung Turun?

  • Writer: Center for Indonesian Policy Studies
    Center for Indonesian Policy Studies
  • Aug 22
  • 3 min read

(Panduan: arahkan kursor dan klik pada grafik untuk melihat detail harga)


Pasar beras Indonesia pada kuartal II 2025 (April, Mei, Juni) tetap relatif stagnan, bahkan menunjukkan sedikit kenaikan, meskipun bertepatan dengan panen domestik yang memecahkan rekor. Badan Pusat Statistik (BPS) memproyeksikan peningkatan produksi beras total sebesar 14,49% pada Januari–Juli 2025, mencapai 21,76 juta ton, dengan rekor tertinggi 13,95 juta ton pada Januari–April 2025. Kondisi iklim yang mendukung, termasuk curah hujan di atas rata-rata sejak akhir 2024, berkontribusi pada pasokan berlimpah ini dan menekan defisit produksi sebelumnya.


Hal ini menimbulkan pertanyaan utama kuartal II: mengapa harga beras stagnan meski pasokan sangat tinggi?


Kuartal II 2025 Mencatat Stagnasi di Seluruh Kategori Harga Beras di Indonesia


Harga konsumen tetap tinggi sepanjang kuartal II 2025, dengan data PIHPS menunjukkan kenaikan bulanan (month-to-month / m-t-m) sebesar Rp150, dari Rp15.250/kg pada akhir Mei menjadi Rp15.400/kg pada akhir Juni. Secara tahunan (year-on-year / y-o-y), harga konsumen relatif stagnan dari Rp15.350/kg pada Juni 2024 menjadi Rp15.400/kg pada Juni 2025 (sekitar -0,3%). Harga grosir juga relatif stagnan di Rp14.350/kg, naik hanya Rp100 m-t-m dari Mei 2025, namun turun y-o-y dari Rp14.800/kg pada April 2024: penurunan Rp450 atau sekitar -3,0%. Sementara itu, harga produsen bertahan di sekitar Rp12.550/kg pada April–Juni 2025, naik Rp100 m-t-m dari Maret (Rp12.450/kg), tetapi masih lebih rendah Rp500 y-o-y dari Rp13.050/kg pada April 2024 (sekitar -3,8%).


Stagnasi harga domestik ini bertolak belakang dengan tren global, di mana harga beras internasional jatuh tajam dari Rp9.721/kg pada Juni 2024 menjadi hanya Rp6.996/kg pada Juni 2025, penurunan y-o-y sebesar Rp2.725 atau -28%. Penurunan domestik yang jauh lebih kecil (-0,3%) pada periode yang sama menunjukkan lemahnya transmisi harga global ke pasar lokal.


Perbedaan antara penurunan harga domestik dan internasional dapat dijelaskan oleh skema penyerapan agresif BULOG: dari produksi nasional yang berlimpah, BULOG menyerap lebih dari 2 juta ton sejak awal tahun dan membangun cadangan beras lebih dari 4 juta ton—tertinggi sejak 1969. Sebagian besar surplus beras ini tidak masuk ke pasar terbuka, sehingga menahan tekanan penurunan harga yang seharusnya terjadi. Cadangan ini memang ditujukan untuk menstabilkan harga gabah di tingkat petani dan sebagai pasokan operasi pasar, tetapi kecepatan distribusi tertinggal dibandingkan laju penyerapan. Akibatnya, harga konsumen justru naik tipis meskipun panen mencapai rekor dan harga internasional menurun.


Selain itu, program bantuan pangan berskala besar menyalurkan paket beras 10 kilogram kepada 18,27 juta rumah tangga berpendapatan rendah, yang secara langsung memengaruhi pola permintaan konsumen.


Kebijakan pemerintah di tengah stabilitas harga dan surplus panen


Seluruh langkah ini berlangsung dengan latar belakang penghentian impor beras pada 2025, yang dibenarkan pemerintah dengan alasan cadangan domestik yang mencukupi. Meski stabilitas harga saat ini terjaga, keterjangkauan jangka pendek dan efisiensi pasar jangka panjang di Indonesia memerlukan pergeseran ke arah perdagangan terbuka. Ketika harga internasional jatuh tajam, seperti pada kuartal II 2025, pembatasan impor justru menghambat transmisi harga murah kepada konsumen domestik. Perdagangan dapat berfungsi sebagai peredam kejut (shock absorber), memungkinkan respons lebih cepat terhadap guncangan harga dan pasokan.


Namun, ketahanan pangan jangka panjang tidak dapat bertumpu pada impor semata: dibutuhkan peningkatan produksi domestik, perbaikan logistik dan infrastruktur penyimpanan, serta reformasi sistem distribusi yang masih sarat perantara dan didominasi BUMN. Tantangan struktural ini terus menimbulkan inefisiensi dan meningkatkan biaya bagi petani maupun konsumen. Ketahanan sejati menuntut pengembangan mekanisme pasar yang transparan, adopsi perdagangan terbuka untuk menjamin pasokan yang beragam dan responsif, serta penghapusan hambatan birokrasi yang menghalangi distribusi efisien dan harga yang kompetitif.




Tertarik melihat data komoditas pangan lainnya? Berlangganan CIPS Food Monitor sekarang, GRATIS!


Apa saja manfaat lainnya? 

  • Akses database komoditas pangan yang diperbarui setiap kwartal

  • Data pangan komprehensif yang meliputi produksi, konsumsi, impor-ekspor, harga, dan regulasi

  • Sumber data tujuh komoditas pangan yang terpercaya

  • Laporan triwulanan yang berisi analisis pada satu komoditas utama 




Unduh dan baca penelitian CIPS terkait kebijakan beras di Indonesia di publikasi berikut:


 
 
 
  • Youtube CIPS
  • Twitter CIPS
  • Instagram CIPS
  • LinkedIn CIPS
  • Email CIPS
bottom of page