Ketahanan Pangan vs. Perubahan Iklim: Bagaimana Kita Bisa Bertahan?
- Bhimanto Suwastoyo
- 24 Mar
- 2 menit membaca
Sektor pertanian di Indonesia, dengan iklimnya yang beragam, masih menjadi tulang punggung ketahanan pangan. Namun, perubahan iklim yang semakin nyata menimbulkan tantangan besar. Kenaikan permukaan laut, cuaca ekstrem, dan pola curah hujan yang berubah mengancam produksi pangan kita.
Tapi jangan khawatir, ada langkah-langkah konkret yang bisa kita ambil untuk memastikan masa depan pertanian yang lebih tangguh dan berkelanjutan.
Ancaman bagi Petani dan Ketahanan Pangan
Perubahan pola hujan yang semakin tidak menentu membuat jadwal tanam dan panen terganggu. Frekuensi kekeringan lebih sering terjadi, sementara curah hujan ekstrem meningkatkan risiko banjir dan erosi tanah.
Kenaikan suhu global akibat emisi gas rumah kaca juga memperburuk situasi. Suhu yang lebih tinggi dapat menghambat pertumbuhan tanaman, meningkatkan serangan hama, serta menyebarkan penyakit tanaman lebih luas.
Di daerah pesisir, naiknya permukaan air laut menyebabkan abrasi dan intrusi air laut, yang membuat sumber sumber air tidak lagi dapat digunakan untuk irigasi. Sementara itu, degradasi tanah akibat erosi dan hujan deras mengurangi kesuburan lahan pertanian.
Yang lebih mengkhawatirkan, produktivitas pertanian yang melemah berdampak langsung pada ekonomi petani, yang banyak di antaranya sudah rentan secara finansial. Mereka pun semakin kesulitan memenuhi kebutuhan gizi keluarga.
Solusi: Pertanian Berkelanjutan dan Teknologi Adaptif
Mengerikan memang, tetapi kabar baiknya ada banyak cara untuk memitigasi dampak perubahan iklim terhadap pertanian. Kuncinya adalah mengadopsi praktik-praktik pertanian yang tahan perubahan iklim dan juga teknologi. Beberapa contoh langkah yang dapat dilakukan:
Menyesuaikan Tanaman dengan Iklim
Mengembangkan dan menanam varietas tanaman yang lebih tahan terhadap kekeringan, banjir, dan serangan hama dapat membantu petani mengurangi risiko gagal panen.
Meningkatkan Efisiensi Irigasi
Mengadopsi teknologi irigasi hemat air, seperti irigasi tetes, dapat mengurangi dampak kekeringan dan meningkatkan efisiensi penggunaan air.
Mengurangi Ketergantungan pada Pupuk dan Insektisida Kimiawi
Menggunakan pupuk organik dan teknik pengelolaan hama terpadu dapat menjaga kesuburan tanah, mengurangi pencemaran lingkungan, dan menekan emisi gas rumah kaca.
Memanfaatkan Teknologi
Adopsi teknologi juga mendesak, seperti yang memungkinkan pertanian presisi, mengefisiensikan penanaman, perawatan dan pemanenan, penggunaan drone atau satelit untuk memonitor tanaman, yang memungkinkan optimalisasi penggunaan air dan pengurangan kehilangan pascapanen maupun limbah.
Mengembangkan Sistem Peringatan Dini
Sementara itu pengembangan model-model iklim untuk memperkirakan pola cuaca akan membantu petani merencanakan budidaya mereka dengan lebih baik. Prediksi cuaca yang lebih akurat dan sistem peringatan dini dapat membantu petani mengantisipasi banjir, kekeringan, dan serangan hama secara lebih efektif.
Investasi dalam Energi Terbarukan
Menggunakan energi surya atau angin dalam proses pertanian bisa mengurangi ketergantungan pada bahan bakar fosil dan menekan emisi karbon.
Reformasi Kebijakan untuk Pertanian yang Lebih Tangguh
Mendorong reformasi kebijakan dan kelembagaan sangat penting. Perlu ada regulasi yang mendukung pertanian yang tahan iklim dan mengurangi emisi gas rumah kaca. Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil juga harus diperkuat.
Kalau kita mengambil langkah-langkah ini, Indonesia tidak saja akan dapat memitigasi dampak perubahan iklim pada produksi pangannya tetapi juga menciptakan sektor pertanian yang lebih berkelanjutan dan tangguh.
Memang tantangannya berat, tapi pasti bisa kita atasi kalau kita semua bekerja sama.
Comentarios