top of page

ICS Buka Peluang UMKM Pada Akses Permodalan dan Naik Kelas

Penggunaan Innovative Credit Scoring atau ICS dapat membuka peluang bagi Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) untuk mendapatkan akses pada permodalan agar mereka naik kelas.


ICS sangat efektif dalam mendukung penyaluran Kredit Usaha Rakyat (KUR), terutama dalam membuka peluang UMKM untuk "naik kelas". Proses penilaian kredit dengan menggunakan ICS dapat dilakukan dengan lebih jelas dan akurat, sehingga kekhawatiran mengenai risiko gagal bayar dapat diatasi secara lebih efektif,” jelas Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran.


Hasran menjelaskan, ICS adalah metode penilaian kredit yang menggunakan data alternatif, yang berbeda dari sistem penilaian kredit tradisional yang bergantung pada data keuangan formal dan histori kredit. ICS memanfaatkan berbagai sumber data, seperti transaksi e-commerce, tagihan listrik, riwayat pembayaran, data telekomunikasi, dan alamat pengiriman barang. 


Dengan penggunaan teknologi mutakhir seperti artificial intelligence (AI), machine learning, dan big data analysis, ICS menawarkan penilaian yang lebih akurat dan cepat.


Hasil uji coba yang dilakukan oleh Kementerian Koperasi dan UKM menunjukkan, ICS memberikan hasil yang menjanjikan. Penerapan ICS terbukti meningkatkan minat UMKM terhadap kredit sebesar 5%, dengan tingkat Non-Performing Loan (NPL) berada dalam kisaran 5-6%. 


Ini menunjukkan bahwa ICS tidak hanya memperluas akses kredit bagi UMKM, tetapi juga membantu menjaga kualitas pinjaman dengan meminimalkan risiko gagal bayar.


Karena ICS adalah alat penilaian kredit yang masih sangat baru di Indonesia, pemahaman UMKM terkait ICS masih sangat rendah. Bahkan untuk Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) sekalipun, masih banyak yang belum memahami apa saja yang menjadi basis penilaian kredit di dalamnya. 


Pemahaman yang masih minim ini terjadi karena literasi digital dan finansial pelaku UMKM masih relatif rendah. Mereka masih membutuhkan sosialisasi yang lebih masif dari berbagai pihak terkait dua hal ini.


Sudah sejak lama, UMKM seringkali mengalami kesulitan dalam mengakses permodalan dari lembaga keuangan konvensional. Padahal, mereka membutuhkan modal untuk berkembang dan bersaing. Untuk bertransisi dari mikro ke skala kecil dan menengah, UMKM seringkali membutuhkan modal investasi di atas 100 juta rupiah. 


Berdasarkan Permenko No. 1/2023, KUR dengan nilai pinjaman di atas 100 juta memerlukan agunan tambahan, seperti rumah, kendaraan, atau aset lainnya, sebagai jaminan untuk mengatasi risiko gagal bayar. Namun, banyak UMKM yang kesulitan memenuhi persyaratan kolateral tambahan ini karena belum memiliki aset yang memadai.


Dengan penerapan ICS, proses penilaian kredit dapat dilakukan dengan lebih jelas dan akurat, sehingga kekhawatiran mengenai risiko gagal bayar dapat diatasi secara lebih efektif.


Hal ini berpotensi untuk menghilangkan kebutuhan akan kolateral tambahan untuk pinjaman di atas 100 juta rupiah, sehingga memudahkan UMKM dalam mendapatkan pendanaan yang diperlukan untuk berkembang dan bertransisi ke skala yang lebih besar.


Penggunaan ICS mengacu pada Peraturan OJK (POJK) No. 13/2018 tentang Inovasi Keuangan Digital (IKD) dan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Meskipun regulasi ini menyediakan kerangka kerja umum untuk inovasi keuangan digital, masih terdapat kekurangan dalam hal detail teknis yang dibutuhkan untuk implementasi ICS yang efektif.


POJK dan UU P2SK saat ini belum mencakup secara spesifik perizinan lembaga ICS, standar pengumpulan data, serta proses analisis data.


Saat ini implementasi penggunaan ICS untuk program KUR masih dalam perencanaan oleh Kementerian Koperasi dan UKM. Sosialisasi yang masif baru bisa dilakukan ketika sudah ada kepastian terkait waktu implementasinya. 


Ketika sudah ada kepastian, lanjut Hasran, koordinasi antara pemerintah pusat dan daerah menjadi sangat penting agar menjamin informasinya dapat menjangkau UMKM di berbagai daerah. Selain untuk memperkenalkan ICS, sosialisasi juga perlu ditujukan untuk meningkatkan kepercayaan pelaku UMKM terhadap ICS. 


Sistem keamanan data dan keakuratan analisis penilaian menjadi kunci dalam meningkatkan kepercayaan pelaku UMKM.  


Agar implementasi ICS dalam penilaian kredit UMKM dapat berjalan efektif, beberapa aspek kunci perlu diperhatikan. Pertama, perlindungan data harus menjadi prioritas utama, terutama dalam hal pengumpulan dan pemusnahan data. Penggunaan AI dan machine learning yang teruji sangat penting dalam mengolah data untuk analisis kelayakan kredit UMKM. 


Lembaga ICS perlu memastikan bahwa penilaian yang dihasilkan akurat dan mencerminkan kondisi sebenarnya dari UMKM yang dinilai.


Selain itu, efektivitas implementasi juga dipengaruhi oleh banyaknya lembaga ICS. Dalam hal ini, praktik-praktik monopoli perlu dihilangkan agar tidak terpusat pada beberapa lembaga ICS saja. OJK perlu berkoordinasi secara intens dengan Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) untuk menjaga praktik yang adil dan mencegah monopoli. 


Koordinasi juga harus dilakukan antara lembaga ICS dengan Lembaga Perlindungan Data Pribadi (Lembaga PDP) yang bertugas untuk memastikan lembaga ICS menjalankan praktik perlindungan data sesuai dengan peraturan yang berlaku. 


“Karena Lembaga PDP belum terbentuk, penting bagi Indonesia untuk mempercepat proses pembentukannya dan memastikan independensinya dari intervensi pemerintah maupun swasta,” tegasnya.


Apa itu ICS atau Innovative Credit Scroting dan bagaimana cara kerjanya? Simak di video berikut!



Comments


Commenting has been turned off.
bottom of page