Transisi Ekonomi dan Iklim di Tengah Ketegangan yang Meningkat Antara Uni Eropa dan Cina
- Center for Indonesian Policy Studies

- 10 Des
- 5 menit membaca
Iklan mobil di bandara itu sudah biasa. Kita sering melihat iklan BMW, Audi, atau Mercedes. Untuk turis dalam perjalanan, mungkin promosi alat transportasi itu cukup efektif. Tapi, kali ini waktu saya tiba di Eropa, ada yang menarik perhatian saya.
Di tengah bandara ini, tidak ada poster besar yang mempromosikan mobil Barat asal Jerman atau Prancis. Yang ada hanyalah mobil BYD. Saya cukup kenal merek tersebut, tapi rasanya aneh ketika melihat display mobil selain Eropa di sini. Selain itu, satu-satunya sponsor yang menampilkan logonya di acara Piala Dunia Sepak Bola Eropa juga bukan VW atau Renault, tapi BYD. Saya jadi penasaran: apa jangan-jangan perkembangan industri Cina sudah begitu cepatnya sampai melewati Eropa?
Beberapa tahun belakangan, kehadiran mobil Cina di pasar Eropa juga menjadi perhatian Uni Eropa dan Jerman. Bahkan pekan lalu, Uni Eropa mengumumkan bahwa mereka akan membalas dengan mengenakan bea impor untuk mobil listrik Cina mulai awal Juli. Untuk produsen Cina, penambahan 17,4%-38,1% akan ditambahkan ke tarif 10% yang sedang berlaku. Namun, menurut sumber informasi dalam industri ini, produsen mobil Barat seperti Tesla dan BMW, yang diproduksi di Cina untuk pasar Eropa, juga dapat terpengaruh. Oleh karena itu, Jerman memberikan masa tenggang untuk berdiskusi dengan Cina, yang diusulkan oleh Menteri Federal Jerman untuk Urusan Ekonomi Robert Habeck selama perjalanannya ke Cina akhir pekan lalu.
Permainan Kekuatan Cina
Di Jerman, opini publik atas topik ini terbelah. Meskipun sebuah survei oleh IW CologneĀ menemukan bahwa sekitar 80% produsen mobil Jerman mendukung tarif tambahan, banyak perusahaan dalam beberapa dekade terakhir sudah merelokasi produksinya ke negara-negara di Asia Timur. Akibatnya, industri ini mulai khawatir ā bukan hanya tindakan balasan nasional, tetapi juga perang dagang yang meledak-ledak.
Volume perdagangan bilateral antara Jerman dan Cina mencapai 254 miliar euro tahun lalu (seperdua belas dari total perdagangan barang Jerman). Sebagai reaksi awal terhadap tarif tersebut, Cina dengan cepat mengumumkan tinjauan terhadap daging babi dan produk terkait lainnya. Ini adalah sebuah langkah cerdas karena seluruh Eropa telah dilanda aksi protes petani di musim semi ini. Belanda, Spanyol, Prancis, dan Denmark khususnya mengekspor produk daging babi dengan nilai sekitar 2,5 miliar euro ke Cina. Selain itu, Cina juga mengumumkan tinjauan terhadap ekspor brendi. Ini adalah sebuah sinyal yang jelas bagi Prancis, salah satu pendukung utama pemberlakuan tarif.
Di tengah situasi geoekonomi ini, tarif Uni Eropa menunjukkan bahwa Serikat Pekerja bukan hanya menakuti tapi juga dapat menyakitkan. Namun, berdasarkan model Cina, tarif tersebut tidak dimaksudkan untuk menjauhkan perusahaan Cina dari pasar Eropa, melainkan untuk menciptakan usaha patungan dan lokasi produksi di Eropa. Namun, hal ini mengabaikan faktor motivasi ekonomi. Pabrik mobil Eropa pindah ke Cina bukan karena makanannya yang enak dan pusat kotanya yang indah, tetapi karena biaya tenaga kerja yang sangat rendah, peraturan lingkungan yang longgar, dan prosedur persetujuan yang sederhana. Semua hal tersebut tidak bisa ditawarkan oleh Eropa.
Namun, hal ini tampaknya tidak menghalangi kerja sama, karena Eropa juga menawarkan subsidi yang tinggi, misalnya untuk penelitian dan pengembangan. Perusahaan transatlantik Stellantis, yang mencakup Jeep, Fiat, dan Maserati, baru-baru ini menjalin kemitraan dengan Leapmotor. EBRO-EV, produsen mobil listrik Spanyol, juga akan mengembangkan kendaraan baru bersama dengan Chery, produsen mobil terbesar kelima di Cina. Sementara itu, Hungaria memposisikan dirinya sebagai pusat produksi. Di samping rencana BYD untuk mendirikan pabrik di negara Eropa Timur tersebut, Hungaria menyumbang lebih dari 40% dari investasi langsung Cina - hampir 70% di antaranya untuk sektor kendaraan listrik. Kepresidenan Dewan Uni Eropa Hungaria yang akan datang juga diarahkan untuk membuka pintu bagi lebih banyak investasi Cina pada benua Eropa.
Inovasi membawa Cina ke luar negeri
Meningkatnya pangsa pasar global mobil listrik Cina bukanlah sesuatu yang mengejutkan. Beberapa mobil BYD harganya jauh lebih rendah: kurang dari setengah harga model yang sebanding dari Barat. Fenomena ini bisa terjadi bukan hanya karena subsidi negara yang sangat besar, tetapi karena Cina sudah bertahun-tahun meningkatkan kapasitas baterainya secara signifikan. Selain itu, teknologi inovatif juga dapat lebih diakses berkat keahlian IT dan AI.
Dalam tiga bulan terakhir di tahun 2023, BYD menyalip Tesla sebagai merek mobil listrik terlaris. Ini tidak luput dari perhatian di Gedung Putih. Pada bulan Mei 2024, Presiden Biden memberlakukan tarif hukuman 100% untuk mobil listrik Cina, sebuah tindakan yang bertolak-belakang dengan Eropa. Tindakan tersebut bertujuan mengimbangi tingkat subsidi dan melindungi pasar domestik. Saat ini, AS hampir tidak membeli mobil apa pun dari Cina. Namun, AS takut tarif Eropa akan mengalihkan perdagangan ke arah mereka.
Selain itu, kenaikan tarif AS tidak hanya berdampak pada kendaraan listrik, tetapi juga impor panel surya, microchip, dan baterai Cina, sehingga harga barang-barang ini menjadi jauh lebih mahal. Sekarang, Cina memproduksi sekitar 80% panel surya dunia. Biaya panel suryaĀ per watt output dari Cina hanya sekitar setengah dari pesaingnya di Barat, sehingga mereka mampu mengalahkan produsen dalam negeri. Saat ini di Eropa, hanya 3% panel surya yang digunakan diproduksi secara lokal. Kondisi serupa diperkirakan akan terjadi untuk turbin angin. Oleh karena itu, Komisi Uni Eropa sudah memulai proses investigasi penerapan tarif tambahan untuk produsen Cina di kedua sektor ini.
Transisi iklim dibuat di Cina
Uni Eropa dan negara-negara anggotanya telah menetapkan target yang mengikat untuk netralitas iklim pada tahun 2050, serta pengurangan 55% gas rumah kaca pada tahun 2030. Aturan ini harus dipertimbangkan dengan hati-hati. Energi terbarukan dan elektrifikasi, khususnya transportasi adalah pendorong utama untuk mencapai netralitas iklim. Meskipun pasar kendaraan listrik di Eropa masih berfungsi dan memiliki potensi besar untuk inovasi dan persaingan, situasi di sektor energi terbarukan telah berubah drastis. Terlepas dari itu, salah satu strategi yang masih menjanjikan adalah untuk pemanfaatan produksi murah dari Cina tanpa kehilangan potensi inovasi di Eropa.
Berbeda dengan AS, yang Undang-Undang Pengurangan Inflasinya memberikan subsidi miliaran dolar untuk teknologi ramah lingkungan, Uni Eropa tidak memiliki kebijakan industri yang koheren atau rencana tentang bagaimana mencapai investasi yang diperlukan. Rencana Industri Green Deal belum tentu akan memengaruhi pangsa pasar dan biaya. Berdasarkan estimasi, masih akan ada kesenjangan investasi sekitar 70 miliar pada tahun 2030 dalam mencapai target domestik Uni Eropa untuk produksi panel surya dan baterai. Dalam konteks yang sama, beberapa pihak juga membicarakan sebuah trilema energi baru: pengurangan emisi, pemisahan keterikatan dengan Cina, dan usaha mempertahankan lapangan kerja di Eropa.
Selain itu, di sela-sela perjalanan Menteri, terlihat jelas bahwa kebijakan Cina dengan Rusia berkontribusi pada skeptisisme Eropa. Uni Eropa dan Cina kini telah melanjutkan pembicaraan untuk menemukan solusi bersama. Menurut beberapa pihak, langkah ini hanya menunda sesuatu yang sudah pasti terjadi. Apa pun yang terjadi, Uni Eropa harus menentukan masa depannya sendiri sebagai pemain global yang bermartabat. Ke depannya, Uni Eropa harus mengambil keputusan-keputusan sulit yang akan menentukan hidup-mati dan perkembangan industri Eropa.
Catatan:
Artikel ini ditulis oleh Akim van der Voort dan dipublikasikan oleh Friedrich Naumann Foundation for Freedom. CIPS menerjemahkan dan menggunakannya untuk tujuan pendidikan sebagai referensi bacaan tambahan mahasiswa dalam CIPS Learning Hub Teaching Toolkit. Artikel ini tidak mencerminkan pandangan CIPS.









Komentar