Transformasi Sistem Pertanian Mendesak Untuk Jaga Ketahanan Pangan
- Center for Indonesian Policy Studies
- 15 Jan
- 3 menit membaca
Pandemi dan dampak perubahan iklim telah menunjukkan bahwa sistem pertanian perlu bertransformasi. Transformasi ini harus mengedepankan unsur keberlanjutan agar mampu mengatasi berbagai tantangan dan mencapai ketahanan pangan.
Transformasi ini sesuai dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional 2020-2024 dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2025-2045. Salah satu tujuan utamanya adalahĀ memperkuat ekonomi Indonesia melalui pengelolaan sumber daya pangan dan komoditas degan lebih baik.
āUntuk mendukung transformasi ini, diperlukan juga fokus pada perbaikan sistem informasi, blue food, serta susut dan limbah pangan. Hal ini juga menjadi bagian dari ekonomi sirkular yang sudah dirumuskan oleh Pemerintah,ā ujar Direktur Pangan dan Pertanian Bappenas Jarot Indarto.
Transformasi sistem pangan menuju arah yang lebih berkelanjutan harus segera dimulai untuk memastikan ketahanan pangan dan pemenuhan gizi masyarakat Indonesia. Ini merupakan agenda prioritas pemerintah Indonesia menuju Indonesia Emas 2045.
Sayangnya, prevalensi kurang gizi masih tinggi, yaitu 6,5%, dan stunting pada anak-anak mencapai 31,8%. Indonesia juga menempati peringkat terakhir (23 dari 23 negara) dalam hal ketersediaan pangan di Asia-Pasifik (GFSI, 2022). Ini menunjukkan masih lemahnya ketahanan pangan dan sulitnya mendapatkan nutrisi yang baik di Indonesia.
āāUntuk mengatasi tantangan di kelangsungan sektor pertanian, transformasi sistem pangan perlu memprioritaskan inovasi untuk meningkatkan produktivitas dan keberlanjutan,ā jelas CEO Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Anton Rizki.
Transformasi sistem pangan diharapkan dapat meningkatkan status gizi masyarakat. Tren konsumsi pangan yang semakin meningkat perlu diimbangi dengan ketersediaan pangan yang memadai. Jika tidak, potensi kesenjangan akan mempengaruhiĀ status gizi dan asupan kaloriĀ masyarakat.Ā
Tiga beban malnutrisi, yaitu underweight, obesitas, dan defisiensi mikronutrien masihĀ menjadi masalah besar. Makanan bernutrisi belum terjangkau oleh banyak orang, menambah urgensi adanya transformasi sistem pertanian.Ā
Pertanian domestik menghadapi banyak tantangan, sementara impor pangan pun dibatasi. Hal ini membatasi pilihan dan akses masyarakat Indonesia terhadap makanan yang terjangkau, bernutrisi dan berkualitas.Ā
Menurut Anton, transformasi sistem pertanian juga bertujuan untuk mengurangi kehilangan pangan (food loss). Hal ini merupakan salah satu kendala dalam mewujudkan ketahanan pangan dan gizi yang berkelanjutan.Ā
Masyarakat, lanjutnya, juga perlu mendapatkan edukasi terkait konsumsi makanan bergizi. Pemberian label gizi pada makanan dapat membantu memberikan pengetahuan terkait konsumsi pangan. Konsumsi pangan dengan kandungan gizi tinggi seperti blue food atau pangan akuatik juga perlu ditingkatkan.
āInovasi dan keberlanjutan adalah kunci agar sektor pertanian dapat terus memenuhi kebutuhan manusia,ā tambah Anton. āCara bertani yang aman bagi lingkungan, fokus pada pengurangan emisi,dan berfokus pada insentif dapat membawa keuntungan bagi manusia dan planet.ā
Transformasi mendesak diperlukan untuk untuk mengurangi risiko krisis pangan di masa depan. Sistem pertanian sebaiknya menerapkan strategi mitigasi dan adaptasi perubahan lingkungan.
Penggunaan cara-cara bertani yang malah merusak lingkungan perlu segera dihentikan. Sistem pertanian idealnya mengadaptasi keterbatasan lahan dengan memaksimalkan penggunaan lahan yang ada melalui penggunaan input pertanian berkualitas dan menggencarkan pembangunan infrastruktur pendukung pertanian.
Anton menekankan bahwa perlu ada peningkatan investasi pada penelitian dan pengembangan (R&D) sektor pertanian dan pengembangan kerangka kerja yang mendukung pendekatan pertanian yang sehat, inovatif, dan berkelanjutan.
āPangan adalah hak dasar setiap manusia, dan ketahanan pangan merupakan fondasi yang paling penting bagi pembangunan setiap negara. Saat ini sistem pangan Indonesia menghadapi berbagai tantangan kompleks, seperti produksi dan distribusi konsumsi pangan. Namun hal ini juga membuka peluang untuk perbaikan dalam sektor pangan; seperti memperkuat infrastruktur dan sistem distribusi, pemenuhan gizi yang seimbang bagi masyarakat, kolaborasi dan sinergi antar stakeholder, serta melakukan inovasi dan riset,ā tutup Plt. Deputi Usaha Pangan dan Pertanian, Kementerian Koordinator Bidang Pangan Widiastuti.
Comments