Apa benar dengan mencetak satu juta hektare sawah baru adalah solusi untuk mencapai swasembada pangan? Tampaknya menarik untuk dikulik, mari kita telaah rencana ini dengan lebih saksama!
Pada saat Prabowo Subianto resmi dilantik menjabat sebagai Presiden RI periode 2024- 2029, ia sempat menegaskan kembali janjinya untuk mewujudkan swasembada pangan di Indonesia. Menurutnya, ia telah mencanangkan bahwa Indonesia harus segera swasembada pangan dalam waktu yang sesingkat-singkatnya, dan negara tidak boleh tergantung sumber makan dari luar.
Prabowo ingin negara harus mampu memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan seluruh Indonesia paling lambat 4-5 tahun mendatang.
Kementerian Pertanian Indonesia mengusulkan tambahan anggaran Rp 68 triliun pada alokasi untuk pertanian dalam Rancangan Anggaran Negara 2025 guna mendukung program swasembada pangan. Perubahan anggaran ini diharapkan dapat membantu melepaskan Indonesia dari ketergantungan pada impor pangan dan mengatasi tantangan seperti kekeringan dan perubahan iklim yang mempengaruhi produksi pangan. Tambahan anggaran ini mencakup beberapa inisiatif, antara lain:
Pencetakan sawah baru : menambah satu juta hektare untuk meningkatkan produksi pangan.
Optimasi lahan : mengoptimalkan 600.000 hektare lahan yang sudah ada agar lebih
produktif.
Benih unggul dan alat mesin pertanian : Untuk memastikan kualitas dan efisiensi produksi.
Irigasi : Sekitar tiga juta hektare lahan membutuhkan pembangunan dan perbaikan irigasi tersier.
Namun, DPR RI hanya mengabulkan tambahan anggaran Rp 21,49 triliun. Dari situ akan dialokasikan untuk mencetak 150,000 hektare sawah baru, sementara 80,000 hektare akan dioptimalkan. Sisa anggarannya, digunakan untuk peningkatan produksi pangan, termasuk benih dan pupuk. Tapi, irigasi? Tidak disebutkan sama sekali.
Padahal, bukankah akan lebih baik anggaran untuk mencetak sawah baru itu dialihkan untuk perbaikan dan pengembangan irigasi? Sistem irigasi yang baik disertai tata kelola air yang baik pula akan sangat membantu petani menghadapi perubahan iklim yang semakin tidak menentu.
Perluasan sawah dengan membuka lahan baru sebenarnya bukan solusi terbaik. Pencetakan
sawah baru seringkali berdampak buruk pada lingkungan, seperti membuka hutan atau mengeringkan lahan gambut yang bisa merusak ekosistem. Ini mirip dengan membangun jalan baru untuk mengatasi kemacetan–solusi sementara yang akhirnya menimbulkan masalah baru.
Daripada mencetak sawah baru, kenapa kita tidak fokus fokus pada optimalisasi lahan yang
sudah ada?
Banyak penelitian menunjukkan bahwa masih banyak terbuka potensi untuk meningkatkan produktivitas pangan kita. Dengan teknik-teknik pertanian yang lebih baik, penyediaan benih unggul dan pupuk berkualitas dan terjangkau, serta perbaikan dan pengembangan sistem irigasi, kita bisa meningkatkan hasil panen secara signifikan.Â
Bersamaan dengan menjamin ketersediaan input pertanian termasuk benih dan pupuk, juga diperlukan subsidi tunai langsung bagi petani ketimbang sistem subsidi pada harga pupuk pemerintah agar mereka juga bisa menentukan benih dan pupuk terbaik bagi tanaman mereka.
Pendekatan ini lebih murah dan berkelanjutan daripada mencetak sawah baru dengan konversi lahan hutan dan gambutnya. Dan konversi lahan besar besaran belum tentu mencapai tujuan akhirnya. Contohnya saja Proyek Lahan Gambut Satu Juta Hektar di Kabupaten Kapuas, Kalimantan Tengah, di era Presiden Suharto yang kini menjadi lahan terlantar.
Bayangkan ini: jika kita dapat membantu petani kita menghasilkan lebih banyak beras per hektar, kita tidak perlu membuka lahan pertanian baru. Ini adalah situasi menang-menang.
Dengan berinvestasi pada infrastruktur irigasi, kita dapat membantu petani mengatasi kekeringan dan tantangan terkait perubahan iklim lainnya yang semakin sering kita rasakan.
Selain itu, ketersediaan bibit unggul dan pupuk yang berkualitas sangat penting. Di Indonesia, kita masih perlu meningkatkan akses, keterjangkauan, dan kualitas bibit dan pupuk.
Memperbaiki infrastruktur pertanian seperti jalan dan gudang dapat memperlancar distribusi bibit dan pupuk. Kelompok tani yang kuat dapat mempermudah akses terhadap input pertanian, dan peningkatan kualitas penyuluhan dapat membantu petani memilih bibit dan pupuk yang sesuai dengan kebutuhan mereka. Penegakan hukum terhadap pemalsuan bibit dan penyaluran pupuk yang tidak sesuai aturan juga sangat penting.
Jadi, mari kita tunda dulu ide membuka lahan baru. Sebaiknya kita fokus pada peningkatan
produktivitas lahan pertanian yang ada. Dengan berinvestasi pada praktik-praktik pertanian
berkelanjutan, kita dapat meningkatkan produksi pangan nasional, melindungi lingkungan,
dan memastikan masa depan Indonesia yang berketahanan pangan.
Kommentare