Sistem Kuota Pada Neraca Komoditas Hambat Pertumbuhan Industri Mamin
- Center for Indonesian Policy Studies

- 7 hari yang lalu
- 2 menit membaca
Penerapan sistem kuota dalam Neraca Komoditas berpotensi menghambat pertumbuhan industri makanan dan minuman (mamin), yang pada 2021 menyumbang 6,7% terhadap produk domestik bruto (PDB) Indonesia. Mekanisme berbasis kuota dalam Neraca Komoditas dinilai rawan menimbulkan keterlambatan impor dan keterbatasan pasokan bahan baku, yang dapat berulang dan mengganggu kinerja industri.Ā
āMeskipun berfungsi sebagai basis data nasional yang terintegrasi, Neraca Komoditas masih mengandalkan sistem kuota. Pendekatan ini berisiko membatasi akses industri terhadapĀ bahan baku impor setengah jadi yang berkualitas dan terjangkau, sehingga meningkatkan biaya produksi dan, pada akhirnya, melemahkan daya saing perusahaan di pasar,ā jelas Peneliti dan Analis Kebijakan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran.
Industri mamin menjadi salah satu sektor yang paling terdampak pembatasan semacam ini. Meskipun memiliki skala usaha yang besar, sektor ini tetap bergantung kepada bahan baku impor karena pasokan domestik sering tidak mampu memenuhi standar kualitas maupun kuantitas yang dibutuhkan.Ā
Sistem kuota sendiri merupakan bentuk restriksi kuantitatif yang digunakan pemerintah untuk mengatur perdagangan sejumlah komoditas, terutama di sektor pertanian. Tujuannya adalah mengendalikan volume impor demi menjamin ketersediaan bahan baku bagi industri hilir, termasuk UMKM, sekaligus melindungi kepentingan petani.
Penelitian CIPS terbaru menegaskan urgensi bagi pemerintah untuk mempertimbangkan penghapusan sistem kuota sebagai dasar penerbitan izin ekspor dan impor. Salah satu alasannya adalah proses revisi kuota berjalan lambat dan tidak bisa diprediksi. Penerbitan izin impor pun belum tentu lebih cepat dan transparansinya masih terbatas karena importir jarang memperoleh penjelasan mengenai alasan pengurangan kuota.Ā
CIPS merekomendasikan pemerintah untuk mengubah sistem kuota dengan mekanisme impor berbasis pasar yang lebih transparan dan responsif.Ā
Peralihan ini krusial agar pelaku industri dapat menyesuaikan pasokan secara fleksibel berdasarkan kebutuhan nyata dan waktu yang tepat, sehingga dapat meminimalisir risiko kelangkaan bahan baku dan menjaga harga di tingkat konsumen tetap terjangkau.Ā
Selama Neraca Komoditas masih berlaku, CIPS menilai Kementerian Perdagangan perlu mengotomatisasi penerbitan izin impor melalui integrasi verifikasi data. Proses revisi juga harus disederhanakan secara signifikan guna memangkas birokrasi yang berbelit.
Selain itu, CIPS merekomendasikan agar Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Koordinator Bidang Pangan tidak menambah jenis komoditas baru ke sistem NK, terutama untuk komoditas yang bersifat kompleks, sebelum dilakukan evaluasi menyeluruh atas efektivitas sistem yang ada.
āPendekatan berbasis pasar memberikan fleksibilitas yang lebih besar bagi pelaku usaha. Pemerintah perlu memastikan data yang akurat dan proses yang responsif, jika tetap mempertahankan Neraca Komoditas, agar tujuan kemudahaan perdagangan benar-benar tercapai,ā tegas Hasran.









Komentar