Pertumbuhan Aktivitas Digital Perlu Diimbangi dengan Efisiensi Energi Pusat Data
- Center for Indonesian Policy Studies
- 14 Jun
- 3 menit membaca
Penetrasi internet di Indonesia semakin meningkat dari tahun ke tahun. Hal ini, salah satunya, disebabkan oleh meningkatnya jumlah penduduk yang mampu mengakses smartphone. Salah satu akibatnya adalah semakin bertambahnya jumlah permintaan data.
Penetrasi internet Indonesia saat ini mencapai 79,5% dengan jumlah penduduk sekitar 280 juta jiwa. Penetrasi yang pesat ini perlu diikuti hadirnya infrastruktur pusat data atau data center untuk pengelolaan data yang terus meningkat. Pembangunan pusat data juga perlu didukung adanya iklim investasi yang baik, yang memungkinkan keterlibatan swasta sebagai investor dan bermitra dengan pemerintah.
āIndonesia memiliki potensi ekonomi digital yang besar, salah satunya bisa dilihat dari tingkat penetrasi smartphone sangat tinggi. Untuk itu, bagaimana membuat sebuah ekosistem yang baik dengan tata kelola yang tahan berbagai resiko, guna meningkatkan investasi juga pada sektor ini sangat penting diperhatikan,ā jelas Peneliti dan Analis Kebijakan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Biyan Shandy dalam DigiWeek 2025 yang berlangsung baru-baru ini.
Keberadaan pusat data memang penting karena jumlah data yang disimpan dan dikelola setiap harinya terus bertambah. Data digital pemerintah juga masih tersebar di beberapa pusat data pada berbagai Kementerian/Lembaga yang masing-masing memiliki ketentuan yang sangat mungkin berbeda.Ā
CIPS mengapresiasi upaya pemerintah untuk membangun pusat data nasional. Namun CIPS meyakini, kolaborasi dengan swasta akan dapat memberikan dampak positif, seperti transfer knowledge serta efisiensi anggaran pemerintah, karena umumnya pihak swasta penyelenggara data center sudah memiliki infrastruktur data center yang memadai.
Peran swasta penting mengingat pembangunan dan pengoperasian data center membutuhkan anggaran yang tidak sedikit. Sumber daya manusiaĀ yang terampil dan kompeten sama pentingnya dengan gedung data center itu sendiri yang membutuhkan spesifikasi khusus, misalnya pasokan listrik tak terputus selama 24 jam, termasukĀ agar pendingin ruangan tetap stabil .
Namun pelibatan swasta dalam pembangunan pusat data tidak mudah. Di Indonesia, kerjasama ini dapat dilakukan melalui skema Kerjasama Pemerintah Badan Usaha (KPBU). Namun, skema tersebut tidak efisien karena membutuhkan waktu yang tidak sedikit.
āKPBU itu skema yang cukup baik. Namun proses birokrasinya cukup panjang, bisa berlangsung hingga satu sampai dua tahun. Ini juga merupakan bagaimana cara kita, para private sector, masuk sebagai penanganan kendala-kendala seperti biaya . Skemanya memang harus dipermudah agar prosesnya tidak terlalu berlama-lama,ā jelas Energy Finance Specialist, Institute for Energy Economics and Financial Analysis (IEEFA)Ā Mutya Yustika.
Ia menyebut, saat ini perusahaan internasional sedang mencari bagaimana sumber-sumber energi yang lebih terbarukan untuk dijadikan sumber daya pusat data, sembari menyebut clean energy, clean water dan human capital, sebagai tiga hal yang menjadi pertimbangan mereka dalam mencari sumber daya tersebut.
Permasalahan sumber daya pusat data juga masih dihadapi Singapura, yang memang sudah menjadi pusat data center. Mereka menghadapi keterbatasan lahan dan sumber energi terbarukan dan hal ini mempersulit mereka untuk mengekspansi potensi penggunaan energi terbarukan.Ā
Deputi Ekonomi dan Transformasi Digital Bappenas Andreas Bondan Satriadi mengakui masih rendahnya awareness atau pengetahuan dari pemerintah terkait digital dan energy transition. Belum seimbangnya awareness antara pemerintah dan swasta juga menyebabkan masih terbatasnya peluang bagi swasta untuk terlibat di dalam pembangunan pusat data dan penerapan energi terbarukan.
Bondan menambahkan, pemerintah memiliki target membangun pusat data dengan kapasitas sebesar 2.3 GigaWatt di 2030 mendatang. Pemerintah menerapkan tiga langkah berikut dalam meregulasi kebijakannya, yaitu simplifikasi regulasi, memproyeksikan kebutuhan data, serta melihat dinamika kebutuhan energi.
āRPJMN kita sudah mengadakan kebutuhan data center. Namun ada keterbatasan pengetahuan dan milestone. Namun melihat dinamika belakangan ini, hal ini (pembangunan data center) memang masih bisa dikembangkan,ā ungkapnya.
Terkait pembangunan pusat data berkelanjutan, pemerintah sebetulnya sudah mengacu kepada COP 21. Pemerintah terus berupaya lewat berbagai cara untuk mencapai target-target yang belum diselesaikan.
Terkait pembangunan pusat data yang ramah lingkungan, Chairman Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO) Hendra Suryakusuma menjelaskan, IDPRO yang berjumlah 20 anggota sudah menjalankan pusat data dengan kapasitas 320 MegaWatt. Indonesia sebenarnya sudah memiliki kapasitas sekitar 500 MegaWatt. Namun masih kurang dan tertinggal dari Malaysia dengan kapasitas sebesar 1.3 GigaWatt.Ā
Hendra menambahkan, ada tiga aspek yang sangat penting dalam pembangunan pusat data. Yang pertama adalah aspek makro ekonomi dimana internet dapat mendukung kegiatan ekonomi. Selanjutnya adalah aspek regulasi, dimana ada persyaratan bagi lembaga yang menyediakan jasa keuangan untuk memiliki pusat data di Indonesia. Namun, ada relaksasi pada tahun 2015 dimana data privat masih bisa disimpan di luar negeri Aspek yang ketiga adalah transformasi digital, dimana pusat data harus bisa mendukung transformasi digital.Ā
āSangat masif transformasi digital di Indonesia. Angka internet traffic di tahun ini mencapai 17 Terrabyte per second dan target kapasitas data center mencapai 2.3 GigaWatt di 2030. Tiga tahun lalu, internet traffic masih berada di 1,1 Terrabyte. Jadi ada automasi di sini yang mana industri kita itu sangat lapar akan energi,ā tutupnya.
Komentar