top of page

Holding BUMN Pangan Berpotensi Menghambat Investasi di Sektor Pertanian

Gambar penulis: Indra SetiawanIndra Setiawan

Diperbarui: 12 Jun 2022

Tulisan ini pertama kali dipublikasikan di Katadata.


Pemerintah Indonesia kini sedang mempersiapkan pembentukan holding Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan tujuan memperkuat ekosistem serta ketahanan pangan Indonesia. Namun pembentukan holding yang akan mencakup seluruh rantai pasok dari hulu ke hilir tidak hanya akan berdampak pada rendahnya kompetisi di sektor pertanian tetapi juga akan menghambat investasi yang sangat dibutuhkan sektor ini untuk meningkatkan produktivitas.


Penguatan ketahanan pangan Indonesia memang penting mengingat ketahanan pangan Indonesia berada di peringkat 65 dari 113 negara, menurut Indeks Ketahanan Pangan Global 2020. Namun pembentukan holding pangan yang akan menggabungkan sembilan BUMN klaster pangan dibawah pimpinan PT Rajawali Nusantara Indonesia (RNI), yang rencananya akan terbentuk pada September 2021, justru akan semakin memperkuat dominasi BUMN di Indonesia dan mengurangi keterlibatan swasta dan minat investasi di sektor pertanian.


Investasi di sektor pertanian Indonesia masih tergolong rendah. Investasi asing di sektor ini misalnya, hanya sebesar 3%-7% dari total Penanaman Modal Asing (PMA) di Indonesia pada tahun 2015 hingga 2019. Sebagian besar investasi pun masuk ke sektor kelapa sawit. Sedangkan untuk sektor pertanian lainnya, seperti tanaman pangan dan hortikultura, masih jauh lebih rendah. Peningkatan investasi di sektor pertanian perlu dilakukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas produk pertanian Indonesia.


Rendahnya investasi dan keterlibatan swasta akibat dominasi BUMN telah terbukti di sektor infrastruktur. Keterlibatan BUMN dalam pembangunan infrastruktur strategis semakin menguat sejak pemerintah menjadikan pembangunan infrastruktur sebagai prioritas. Pemerintah memberikan BUMN suntikan modal, penunjukan langsung, serta kemudahan birokrasi, terutama dalam pembebasan dan akuisisi lahan. Keuntungan-keuntungan demikian tidak dapat dinikmati oleh investor swasta yang menyebabkan mereka enggan terlibat dalam proyek tersebut.


Di sektor pertanian, dominasi BUMN yang menyebabkan rendahnya investasi pertanian bukanlah hal baru. Penelitian Fane & Warr (2008) menyebutkan bahwa di bawah kepemimpinan Presiden Soeharto, petani tebu dipaksa untuk memasok hasil panen pertanian hanya ke pabrik gula milik negara. Meski kebijakan ini dicabut pada 1998, pembatasan investasi tetap dilanjutkan dan menyebabkan penggilingan gula sulit mengalami pembaruan (Pasaribu, Murwani, & Setiawan, 2021). Dampak dari hal tersebut dapat dirasakan hingga sekarang. Sekitar 40 dari 63 pabrik gula di Indonesia berusia di atas 100 tahun sehingga menghasilkan gula melalui proses yang tidak efisien dan membutuhkan revitalisasi.


Pembentukan holding BUMN pangan juga dibayang-bayangi kekhawatiran akan kinerja BUMN yang dianggap tidak efisien selama ini. Contohnya adalah kerugian tujuh BUMN pada tahun 2018 meskipun telah diberikan suntikan dana oleh pemerintah. Hal ini tentu saja menjadi beban fiskal bagi pemerintah yang saat ini tengah berfokus pada penanganan pandemi yang membutuhkan anggaran besar.


Rendahnya investasi di sektor pertanian akan berakibat antara lain pada terhambatnya upaya meningkatkan kemampuan manajerial di sektor pertanian. Mayoritas tenaga kerja di sektor pertanian Indonesia memiliki keterampilan rendah dan hanya sekitar dua persen lulusan universitas di Indonesia yang bekerja di sektor pertanian.


Investasi juga membuka peluang pelatihan bagi petani maupun pekerja di sektor pertanian. Perusahaan yang melakukan investasi umumnya memberikan pelatihan yang meningkatkan pengetahuan dan keterampilan pertanian, seperti pertanian berkelanjutan dan pertanian presisi.


Terhambatnya investasi di sektor pertanian juga berpotensi menghambat perkembangan teknologi pertanian di Indonesia. Indonesia saat ini memerlukan teknologi pertanian yang mampu menekan ongkos produksi dan transaksi petani serta meningkatkan mutu pangan dan nutrisinya. Investasi merupakan salah satu jalan bagi transfer teknologi, terutama investasi asing dari negara-negara yang memiliki pertanian yang lebih maju dari Indonesia.


Untuk mengurangi dampak negatif dominasi holding BUMN pangan di kemudian hari, rencana pembentukan holding BUMN holding pangan harus diikuti rencana reformasi BUMN itu sendiri. Perlu adanya rencana-rencana strategis untuk meningkatkan tata kelola perusahaan, seperti melalui Initial Public Offering (IPO) holding BUMN pangan. Melalui IPO, pengawasan publik dapat lebih ditingkatkan sehingga transparansi holding BUMN pangan akan semakin baik pula.


Holding BUMN pangan juga harus terbuka terhadap kompetisi pasar. Pemerintah perlu memberikan perlakuan yang setara antara holding BUMN ini dan pihak swasta yang hendak terlibat dalam sektor pangan dan pertanian. Hal ini akan mendorong lebih banyak sektor swasta untuk terlibat dalam sektor pangan dan pertanian sehingga peningkatan investasi dapat terus terjadi.

268 tampilan

Comments


Commenting has been turned off.
  • Youtube CIPS
  • Twitter CIPS
  • Instagram CIPS
  • LinkedIn CIPS
  • Email CIPS
bottom of page