top of page
Gambar penulisKartina Sury

Akselerasi Literasi Keuangan dan Gamifikasi Digital: Tinjauan Perspektif Konsumen

Diperbarui: 12 Jun 2022

Salah satu hal penting yang digariskan dalam Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) 2021-2025 adalah perlunya keselarasan dan kesinambungan antara literasi keuangan dan inklusi keuangan.


Alasan mengapa literasi dan inklusi keuangan perlu selaras tentunya mengarah pada perencanaan serta pemanfaatan produk dan layanan jasa keuangan. Lebih lanjut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2016 menegaskan bahwa literasi keuangan memberikan manfaat yang besar pada sektor seperti jasa keuangan maupun masyarakat.


Hal ini sangat berkaitan dengan pemilihan dan penggunaan produk dan jasa keuangan menurut kebutuhan, kecakapan dalam merencanakan keuangan dengan lebih baik. Selain itu, literasi keuangan juga menghindarkan masyarakat dari aktivitas yang merugikan, seperti investasi pada instrumen keuangan yang tidak jelas.


Literasi keuangan bertumpu pada lima aspek, yaitu pengetahuan, keterampilan, keyakinan, sikap dan perilaku. Sementara itu, inklusi keuangan menekankan akses kepada keuangan yang efektif dan berkelanjutan.


Mengacu pada Mitchelle (2018), literasi keuangan merupakan keterampilan individu untuk mengaplikasikan pengetahuan dan keahlian yang dimilikinya dengan tujuan mencapai perilaku keuangan yang lebih baik, sehingga pengetahuan, keahlian dan perilaku tersebut menjadi kesatuan yang saling berkaitan dalam konsep literasi keuangan.


Survei literasi keuangan yang diluncurkan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2013 menunjukkan, tingkat literasi keuangan masyarakat Indonesia berada di angka 21,84 persen. Sementara inklusi keuangan berada di angka 59,7 persen.


Enam tahun berselang, Survei Nasional Literasi dan Inklusi Keuangan (SNLKI) di 2019 menunjukkan kemajuan di kedua bidang, namun belum banyak mempersempit kesenjangan di antara keduanya. Tingkat literasi keuangan mencapai 38,03 persen dan inklusi keuangan 76,19 persen.


Dengan adanya ketimpangan antara literasi dan inklusi keuangan serta terjadinya percepatan adopsi digital sebagai dampak pandemi, maka tinjauan mengenai gamifikasi untuk aplikasi digital dalam mendukung literasi keuangan menjadi sangat relevan. Gamifikasi sendiri telah lama menjadi tren di dunia teknologi.


Khusus di dunia finansial, terdapat berbagai aplikasi dan layanan digital yang memanfaatkan gamifikasi untuk mendorong penggunanya untuk menabung, mengelola anggaran atau meningkatkan literasi keuangan. Hal ini direpresentasikan dalam games yang kemudian menggunakan games tersebut sebagai sarana edukasi.


Gamifikasi menyajikan teori dalam bentuk yang mudah diaplikasikan sesuai tujuan keuangan dan gaya hidup sehingga pengguna dapat menerapkan konsep yang mereka dapat dari games secara efektif.


Penggunaan games sebagai sarana untuk memahami literasi keuangan sangat relevan mengingat sekitar 125,6 persen dari penduduk Indonesia menggunakan gadget untuk mengakses internet dan media sosial, berdasarkan data WeareSocial, 2021.


Penerapan gamifikasi dengan menyajikan konten dan pembelajaran tentang produk keuangan menjadi salah satu alternatif penting untuk menjangkau generasi Z dan juga generasi milenial yang masih berusia di bawah 28 tahun mengingat sekompok usia ini merupakan sasaran utama pengguna games.


Pendekatan gamifikasi untuk edukasi keuangan merupakan salah satu upaya yang atraktif dan mudah dipahami karena pendekatan ini dapat menjangkau segmen pengguna produk keuangan yang dapat dikategorikan sebagai segmen yang belum terpapar informasi produk keuangan secara komprehensif.


Gamifikasi dapat menyajikan ide-ide bagi pengguna games sehingga mereka dapat memahami cara untuk meraih tujuan keuangan dan mengelola anggaran dengan cara yang mudah dipahami.


Riset yang dilakukan oleh CIPS (2022) terkait penerapan gamifikasi untuk aplikasi digital literasi keuangan menunjukkan, sekitar 60 persen pengguna aplikasi digital literasi keuangan sudah menyadari pentingnya tujuan keuangan dan perlunya mempunyai anggaran keuangan.


Menindaklanjuti hasil riset dari gamifikasi, maka menarik untuk dibahas beberapa tanggapan akan produk keuangan yang berperan penting dalam tujuan keuangan di segmen usia di bawah 28 tahun.


Topik bahasan yang menarik minat pengguna aplikasi ternyata adalah tabungan dan deposito, asuransi, e-wallet, pinjaman, suku bunga dan pengelolaan anggaran. Di luar materi inti produk keuangan, perbincangan tentang privasi data juga menarik perhatian pengguna aplikasi digital literasi keuangan.


Secara singkat, tanggapan pengguna ini mewakili konsep perencanaan keuangan yaitu kebutuhan vs keinginan dalam kaitannya dengan tujuan keuangan dan pengelolaan anggaran. Banyaknya pengguna produk keuangan yang masih menempatkan topik seperti tabungan dan pinjaman, merupakan hal penting yang dapat ditelaah lebih mendalam.


Jika mengacu pada WeareSocial (2021), persentase penggunaan e-commerce di Indonesia adalah sebesar 88,1 persen. Pada konteks inklusi keuangan, adopsi digital di masa pandemi juga direpresentasikan dengan maraknya aktivitas masyarakat di aplikasi e-commerce.


Aplikasi e-commerce tidak hanya menawarkan proses jual beli barang ritel, tetapi juga produk keuangan serta transaksi pembelian yang terkait erat dengan fitur produk keuangan seperti simpanan, pinjaman, uang digital dan suku bunga. Singgungan antara kebutuhan vs keinginan diwakili oleh fitur yang umum dikenal sebagai beli sekarang dan cicilan atau Buy Now Pay Later.


Dalam kurun waktu 2020-2022 juga terjadi beberapa kasus yang mendukung pemaparan tentang dampak dari kesenjangan yang lebar antara literasi keuangan dan inklusi keuangan yang mengalami percepatan dikarenakan adopsi digital.


Proses edukasi untuk memacu literasi keuangan tidak hanya membutuhkan konsistensi dari sisi implementasi, tetapi juga pemetaan publik. Proses edukasi juga membutuhkan ketersediaan produk keuangan yang mendukung pengelolaan anggaran pribadi para pengambil keputusan keuangan maupun anggaran keluarga untuk jangka pendek, menengah maupun panjang.


Peningkatan edukasi mengenai tujuan keuangan, perencanaan anggaran dan keputusan keuangan akan dapat menjawab berbagai kasus terkait produk keuangan dalam konteks kebutuhan vs keinginan. Sementara pemahaman tentang produk keuangan, kegunaannya, risiko dalam konteks tujuan keuangan, dapat mendukung keselarasan literasi keuangan dan inklusi keuangan dalam upaya menakar kebutuhan dan keuangan.


Oleh karena itu, baik dalam konteks kasus produk keuangan seputar tabungan dan investasi maupun perkembangan produk pinjaman sejalan dengan tumbuh kembangnya industri digital, maka dapat dicermati bahwa adopsi digital memberikan kontribusi terhadap percepatan inklusi keuangan. Akan tetapi, tumbuh pesatnya angka adopsi digital masih belum dimanfaatkan sepenuhnya untuk menumbuhkembangkan literasi keuangan sejalan dengan banyaknya produk-produk keuangan yang ditawarkan melalui platform digital.


Hal ini dikarenakan pertumbuhan angka literasi keuangan masih timpang dibanding inklusi keuangan yang dapat diargumentasikan tumbuh pesat selaras dengan dukungan adopsi digital. Laju adopsi digital sendiri juga didukung oleh pandemi sehingga terdapat adopsi layanan antar e-commerce, fintech dan logistik serta aplikasi agregator yang berkembang menjadi super apps.


Dengan demikian, tidak tepat jika hanya pelaku industri keuangan saja yang menjadi penggerak dalam memacu literasi keuangan dengan upaya edukasi keuangan. Pelaku bisnis ekonomi digital juga perlu ambil bagian dengan mendukung peningkatan literasi keuangan. Luasnya ruang lingkup pelaku bisnis yang mendukung edukasi keuangan juga akan mendukung terwujudnya ekosistem penerapan literasi keuangan yang melintasi berbagai lini segmen di masyarakat.


Kegiatan-kegiatan literasi keuangan yang utamanya wajib diikuti oleh pelaku industri keuangan, dapat lebih diperluas untuk mengikutsertakan pelaku industri non-keuangan yang juga menawarkan produk-produk keuangan melalui aplikasi digital atau laman perusahaannya selain dari produk dan layanan utamanya.

Oleh karena itu, untuk mendukung percepatan literasi keuangan sejalan dengan SNLKI 2021-2025, kegiatan-kegiatan literasi keuangan yang utamanya wajib diikuti oleh pelaku industri keuangan, dapat lebih diperluas untuk mengikutsertakan pelaku industri non-keuangan yang juga menawarkan produk-produk keuangan melalui aplikasi digital atau laman perusahaannya selain dari produk dan layanan utamanya.


Terlebih lagi, merujuk pada SNLKI 2021-2025 mengenai 10 sasaran prioritas, mayoritas dari sasaran prioritas ini adalah pengguna/konsumen dari pelaku bisnis ekonomi digital non-keuangan sehingga implementasi program literasi keuangan dapat tepat sasaran dan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di berbagai lini segmen.


Dengan turut serta menjalankan program literasi keuangan melalui berbagai program edukasi maka interaksi masyarakat dengan produk keuangan juga semakin luas, yaitu tidak hanya ketika tengah merencanakan keuangan di masa depan, tetapi juga dalam kehidupan sehari-hari yang menuntutnya untuk cakap akan pengelolaan keuangan serta melakukan pengambilan keputusan terkait keuangan.


Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


Commenting has been turned off.
bottom of page