top of page
Gambar penulisCenter for Indonesian Policy Studies

Siap Kembali ke Sekolah?

Diperbarui: 12 Jun 2022

Dear Pembaca,


Tahun ajaran 2019/2020 baru saja berakhir bagi lebih dari 40 juta murid sekolah di Indonesia. Sebulan setelahnya mereka tidak hanya dihadapkan dengan pertanyaan akan masuk kelas apa, dan sekolah mana, tetapi juga kembali belajar di sekolah atau tetap di rumah?





Setelah tiga bulan lamanya para murid belajar di rumah, sepertinya kondisi belum bisa membuat mereka bertemu muka dengan para guru dan teman-temannya dalam waktu dekat. Angka kematian pada anak akibat Covid-19 di Indonesia tertinggi di ASEAN dan masih banyak sekolah yang berada di zona bahaya. Banyak orang tua masih ragu-ragu untuk mengembalikan anak mereka ke sekolah, hal ini terlihat dari petisi yang dibuat oleh warga. Pemerintah bersama satuan gugus tugas Covid-19 pun akan membuka sekolah secara parsial, tergantung zona, dan degan protokol kesehatan yang ketat.


Pembelajaran jarak jauh memang menjadi solusi yang tepat saat ini untuk mengurangi kontak fisik demi memutus mata rantai penularan Covid-19. Namun, menurut studi kami PJJ masih memiliki hambatan, seperti tidak meratanya jaringan internet dan kemampuan guru, bahkan orang tua. Walaupun ada guru-guru yang rela tetap mendatangi murid-murid yang terbatas aksesnya, tapi hal tersebut sangat rentan bagi kesehatan mereka.


Untuk membahas keefektivitasan PJJ, CIPS akan menyelenggarakan webinar bersama Forum Kajian Pembangunan pada tanggal 25 Juli mendatang. Klik di sini untuk mendaftar.



Kementerian Pendidikan lewat Permendikbud No. 19/20 dan 20/2020 serta Surat Edaran No.3/2020 sendiri sebenarnya sudah memberikan lampu hijau kepada untuk menggunakan dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk dibelikan pulsa dan paket data bagi para murid dan guru. Hal ini telah dibahas lebih lanjut dalam webinar CIPS kolaborasi bersama INSPIRASI yang bisa Anda tonton ulang di sini. Namun, perwakilan Kemendikbud dalam webinar tersebut mengatakan bahwa dana tersebut tidak cukup. Apalagi jika digunakan untuk hal lain seperti menutup perawatan sekolah, pembayaran gaji guru, dan protokol kesehatan. Hal ini mengkhawatirkan bagi sekolah yang bergantung pada donasi masyarakat seperti sekolah swasta berbiaya rendah (SSBR).





Jumlah SSBR sendiri cukup banyak dan membantu anak-anak prasejahtera yang tidak bisa masuk ke sekolah negeri. Menurut studi CIPS, di Koja, Jakarta Utara saja, sebanyak 51 sekolah dari 80 merupakan SSBR.


Akibat berkurangnya pemasukan, orang tua murid sulit membayar iuran. Dampaknya kepada operasional sekolah. Di India, SSBR hanya bisa memperoleh iuran 30%-40% pendapatan dari total keseluruhan. Bagaimana mereka bisa bertahan untuk tetap memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anak? Apalagi akan dibuka penerimaan siswa didik baru.



Untuk itu masyarakat butuh pemasukan. Kita harus memastikan mereka tidak jatuh ke jurang kemiskinan. Selain pendidikan, CIPS juga memiliki fokus pada kesejahteraan ekonomi untuk meningkatkan kesejahteraan keluarga prasejahtera. Analisis kami dapat Anda baca situs dan tonton di Youtube kami.



Selain lewat reformasi kebijakan pada bidang pendidikan, CIPS juga perhatian pada pendidikan Analis Kebijakan Indonesia. Kami akan membuka “sekolah kebijakan” Emerging Policy Leadership Program dalam waktu dekat, yang akan memberikan pelatihan kepada enam orang terpilih selama enam bulan. Tunggu info selanjutnya!


Salam,

Anthea Haryoko

Kepala Relasi Eksternal CIPS



 

Hadiri #CIPSEvent






 

Tonton #CIPSEvent Sebelumnya






Tonton video lainnya.




 

CIPS dalam Berita









 

Ingin mendapatkan nawala bulanan CIPS serta publikasi dan acara CIPS, segera berlangganan di sini.

7 tampilan

Postingan Terakhir

Lihat Semua

Comments


bottom of page