top of page

Menjembatani Kesenjangan Digital Menuju Transformasi Inklusif

Sebagai negara kepulauan, Indonesia menghadapi tantangan berat dalam transformasi digital inklusifnya, terutama dalam menyediakan koneksi internet yang merata dan terjangkau serta menjembatani kesenjangan digital yang selama ini ada di berbagai wilayah Indonesia. “Rendahnya atau bahkan ketiadaan akses internet yang cepat dan terjangkau, terutama di wilayah 3T (Tertinggal, Terdepan, Terluar) menghambat perkembangan sosial dan ekonomi mereka sehingga memperparah ketimpangan antar wilayah,” ujar Louis Budiman, Asisten Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS).


Menurutnya, penting disadari bahwa transformasi digital yang inklusif merupakan kunci tercapainya kemakmuran negeri dan bahwa prioritas perlu diberikan pada penyediaan internet di daerah-daerah yang tertinggal. Pemerataan akses internet merupakan salah satu upaya penting dalam mengatasi kesenjangan digital di Indonesia sekaligus dalam pengembangan digitalisasi UMKM, pendidikan, dan sistem pemerintahan daerah.


Namun anggaran negara yang terbatas dan kebutuhan akan investasi yang besar dalam menjamin konektivitas antar pulau membuat keterlibatan sektor swasta menjadi penting.


Namun di sisi yang lain, daerah pedesaan yang cenderung berpenduduk lebih sedikit dan wilayah tertinggal yang belum memiliki infrastruktur penunjang yang memadai, seperti jalan raya dan listrik, membuat pengembangan infrastruktur internet lebih mahal dan tidak menguntungkan secara ekonomis bagi sektor swasta.


Disinilah peran pemerintah diperlukan, paling tidak dalam memastikan masuknya investasi untuk mendorong pembangunan infrastruktur internet.


Kementerian Komunikasi dan Informatika, khususnya melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI), memiliki peran strategis dalam menarik investasi dari sektor swasta.


BAKTI menjalankan berbagai proyek strategis nasional untuk memperluas akses internet dan pemerataan infrastruktur digital di wilayah 3T, termasuk Palapa Ring, satelit multifungsi Satria-I, penyediaan menara BTS, dan akses internet berbasis teknologi satelit di fasilitas publik seperti sekolah, puskesmas, dan kantor pemerintahan daerah.


Pendanaan proyek-proyek tersebut berasal dari kontribusi Kewajiban Pelayanan Universal (KPU), yaitu biaya non-pajak yang dibayarkan perusahaan industry telekomunikasi, dan melalui skema kerjasama pemerintah dengan badan usaha (KPBU).


Di samping program-program tersebut, reformasi regulasi dan memformulasikan kembali strategi menjadi keniscayaan dalam menghadapi kompleksitas isu-isu terkait pembangunan infrastruktur internet pada tingkat nasional maupun daerah.


Center for Indonesian policy Studies (CIPS) saat ini sedang menyiapkan sebuah studi yang berisi rekomendasi kebijakan terkait pentingnya persebaran akses internet yang cepat dan terjangkau di daerah daerah pedesaan, termasuk di wilayah 3T.


Rekomendasi tersebut meliputi antara lain perlunya sebuah peta jalan bagi investasi yang memperhitungkan kebutuhan serta tantangan yang berbeda di tiap daerah.


Ini memerlukan peningkatan kolaborasi serta transparansi BAKTI yang sejatinya memiliki tujuan mulia dan mengemban tanggung jawab yang besar.


Kominfo juga perlu memperkuat kerja sama dengan kementerian serta lembaga pemerintahan terkait untuk menghilangkan rintangan-rintangan pada kemudahan berbisnis yang ada dalam proses pungutan dan perizinan setempat dalam sector telekomunikasi.


Diperlukan juga pedoman-pedoman yang jelas untuk menghindari adanya tumpang tindih peraturan antar daerah serta dengan pemerintah pusat.


Kerja sama antara kekuatan sosial, ekonomi, dan politik merupakan kunci untuk mengatasi kesenjangan digital dan menciptakan transformasi digital yang inklusif.

Postingan Terakhir

Lihat Semua
bottom of page