Menakar Efektivitas Neraca Komoditas: Peluang Perbaikan dan Tantangan Implementasi
- Center for Indonesian Policy Studies

- 28 Nov
- 3 menit membaca
Penggunaan Neraca Komoditas diharapkan mampu memperbaiki tata kelola perizinan perdagangan Indonesia melalui integrasi data, dan penguatan koordinasi lintas kementerian. Namun, Penelitian terbaru Center for Indonesia Policy Studies (CIPS) menunjukkan, tanpa perbaikan mendasar, Neraca Komoditas berpotensi menimbulkan hambatan baru bagi pelaku usaha dan konsumen.
āSistem perizinan perdagangan Indonesia memiliki banyak masalah, antara lain proses yang panjang, data tidak terintegrasi, hingga potensi korupsi,ā terang Peneliti dan Analis Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Hasran.
Neraca Komoditas merupakan basis data nasional yang menghimpun informasi penawaran dan permintaan barang untuk menentukan kebutuhan impor dan ekspor untuk memenuhi kebutuhan industri dan masyarakat. Basis data ini juga akan digunakan untuk mengidentifikasi kekurangan atau kelebihan produksi dalam negeri, sehingga izin impor dan izin ekspor diharapkan dapat diterbitkan sesuai kebutuhan.Ā
Ketika pertama diterapkan pada 2022, Neraca Komoditas mencakup lima komoditas strategisĀ yaitu gula, garam, daging sapi, beras dan ikan. Cakupan ini diperluas pada 2024 dan 2025 dengan penambahan jagung, bawang putih, minyak dan gas.
Neraca komoditas juga ditujukan untuk memastikan produsen lokal dapat mengakses bahan baku dan bahan setengah jadi dan memberikan peran pada pasar domestik dalam penentuan impor dan ekspor. Integrasi data lintas kementerian melalui SINAS NK menjadi salah satu capaian positif sistem ini, termasuk penghapusan rekomendasi teknis yang menutup salah satu celah korupsi.Ā
Namun demikian, sejumlah hambatan struktural masih mengganjal, seperti data pasokan yang digunakan bersifat terlalu umum karena angka pasokan belum terperinci hingga level kode HS dan tidak mencantumkan spesifikasi penggunaan. Akibatnya, estimasi pasokan seringkali lebih tinggi daripada kebutuhan industri.Ā
Hal ini membuat kuota impor yang disetujui lebih rendah dari permintaan pelaku usaha sehingga mempengaruhi kelancaran produksi terutama bagi industri kecil dan menengah.Ā Ā
āKetika data pasokan overestimated, pelaku industri yang sebenarnya membutuhkan bahan baku akhirnya menghadapi keterbatasan kuota. UMKM bahkan lebih rentan karena kemampuan mereka mencari alternatif pasokan sangat terbatas,ā ujar Hasran.
Pelaku usaha dapat mengajukan perubahan kuota. Namun proses revisi berjalan lambat dan tidak dapat diprediksi.Ā
Setelah rekomendasi disetujui dalam Rapat Koordinasi Terbatas (Rakortas), izin impor seharusnya dapat diterbitkan secara otomatis. Praktiknya, penerbitan persetujuan impor oleh Kementerian Perdagangan membutuhkan waktu 10-30 hari kerja.
Proses yang berlarut-larut ini berdampak langsung pada kelancaran supply chain dan biaya produksi. Banyak pelaku industri harus menunda impor bahan baku dan hal ini menyebabkan potensi kenaikan harga barang konsumsi dan melemahnya daya saing.Ā
Penelitian CIPS terbaru menegaskan urgensi bagi pemerintah untuk mempertimbangkan penghapusan sistem kuota sebagai dasar penerbitan izin ekspor dan impor. Sistem ini dapat diubah menjadi mekanisme impor berbasis pasar yang jauh lebih efektif karena pelaku industri lebih memahami kebutuhan, sumber pasokan, dan waktu yang tepat untuk mengimpor.Ā
Selain itu, mereka tidak memiliki insentif untuk melakukan impor berlebih karena biaya atas kelebihan stok akan ditanggung sendiri daripada menghasilkan keuntungan dari peningkatan stok.
Yang kedua, beberapa perbaikan perlu dilakukan kalau sistem Neraca Komoditas ini mau dipertahankan. Kementerian Perdagangan (Kemendag) perlu mengupayakan penggunaan sistem penerbitan izin impor otomatis.Ā
Selanjutnya, Kementerian Koordinator Perekonomian dan Kementerian Koordinator Pangan sebaiknya tidak menambah komoditas baru ke dalam cakupan Neraca Komoditas sebelum mengevaluasi kinerjanya secara menyeluruh.Ā
Selain itu, proses revisi kuota dalam Neraca Komoditas perlu disederhanakan untuk meningkatkan efisiensi dan membuka peluang investasi. Proses persetujuan ulang oleh kementerian koordinator setelah Rakortas hanya memperpanjang tahapan, sehingga perlu dihilangkan.Ā
āPendekatan berbasis pasar memberikan fleksibilitas yang lebih besar. Pemerintah perlu memastikan data yang akurat dan proses yang responsif, kalau tetap ingin mempertahankan Neraca Komoditas, agar tujuan kemudahaan perdagangan dapat tercapai,ā tegas Hasran.









Komentar