top of page

Kesenjangan Digital: Bagaimana Daerah Perdesaan Dapat Mengejar Ketertinggalan?

Di era digital ini, akses internet bukan lagi sekadar kebutuhan industri atau bisnis, tetapi sudah menjadi hak dasar masyarakat. Tanpa akses yang merata, kesenjangan tidak hanya terjadi di sektor ekonomi, tetapi juga dalam aspek kesejahteraan lainnya, seperti pendidikan, kesehatan dan kesempatan kerja. Kesenjangan digital akan semakin memperdalam ketimpangan sosial dan ekonomi dan membuat sebagian masyarakat tertinggal dalam era transformasi digital.


Indonesia masih menghadapi masalah aksesibilitas dalam konektivitas internet. Tanpa aksesibilitas bagi seluruh lapisan masyarakat, transformasi digital hanya akan memperlebar kesenjangan ekonomi yang menyisakan kelompok rentan. Akses internet yang tidak merata menjadi tantangan mendasar dalam mencapai Visi Indonesia Digital 2045.


ā€œKondisi daerah perdesaan beragam, sehingga pemenuhan kebutuhan dan arahan peta digital setiap daerah tidak dapat bersifat satu solusi untuk semua. Keberagaman ini didasari oleh sejumlah faktor, misalnya perbedaan pada infrastruktur yang sudah ada, perbedaan pada literasi dan kemampuan digital dan perbedaan pada kapasitas pemerintah daerah,ā€ ungkap Peneliti dan Analis Kebijakan Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Muhammad Nidhal.


Meski penetrasi internet secara umum di Indonesia mencapai 80% pada 2024, kualitas akses internet di perdesaan masih jauh tertinggal. Data APJII menemukan bahwa penetrasi internet di perdesaan hanya mencapai 30,5%, dibandingkan dengan 69,5% di daerah perkotaan.Ā 


Terdapat desa-desa yang berada di daerah tertinggal, terluar dan terdepan (daerah 3T) dan desa yang menghadapi kondisi ekstrim secara geografis dan spasial. Tantangan ini juga membuat pembangunan jaringan internet sulit dan membutuhkan biaya besar karena belum memadainya infrastruktur penunjang, seperti jalan raya dan listrik.Ā 


Sementara, terdapat desa-desa yang sudah lebih berkembang dari sisi infrastruktur dan penyediaan pelayanan publik. Fokus pemerintah pada desa-desa semacam ini sudah bisa beralih ke perluasan penetrasi internet dan pengadaan jasa internet yang andal namun terjangkau.Ā 


Nidhal menjelaskan, tanpa akses internet yang merata, sejumlah kelompok masyarakat kehilangan kesempatan untuk mengakses banyak hal, seperti pendidikan yang setara, pelayanan kesehatan yang berkualitas, tertutupnya peluang ekonomi, akses informasi dan akses untuk berpartisipasi secara sosial.Ā 


ā€œJika akses internet tidak dianggap sebagai hak dasar, maka ketimpangan ini akan terus melebar dan menghambat pemerataan kesejahteraan di Indonesia,ā€ tambahnya.


Ia menyebut, penyelesaian sejumlah hal dapat membantu menutup kesenjangan ini. Hal ini dapat dimulai dengan merevisi regulasi pelindungan konsumen untuk mengakomodasi transaksi digital dan e-commerce. Pemerintah perlu segera membentuk Badan Pelindungan Data Pribadi (PDP) dan menyelesaikan peraturan turunan UU PDP yang sudah lama tertunda.

Upaya untuk menuntaskan tumpang tindih regulasi antara pemerintah pusat dan daerah perlu segera dilakukan agar tidak menimbulkan lebih banyak waktu dan biaya ā€˜informal’ yang mahal bagi investor dan pelaku usaha.Ā 


Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) perlu berkolaborasi dengan pemerintah daerah dan pemangku kepentingan lokal untuk memperluas program literasi dan keterampilan digital di daerah dengan penetrasi internet rendah. Program ini harus tepat sasaran dan disertai pemantauan dan evaluasi berkala guna memastikan efektivitasnya.


Terkait infrastruktur, diperlukan peta jalan investasi terpadu yang memperhitungkan kebutuhan serta tantangan tiap daerah. Ini memerlukan kelompok kerja Teknologi, Informasi dan Komunikasi (TIK) yangĀ  melibatkan kementerian/lembaga terkait, pemerintah daerah, industri telekomunikasi, dan pemangku kepentingan digital untuk merancang dan menjalankan peta jalan tersebut.


Kepemimpinan Komdigi menjadi sentral dalam pembentukan kelompok kerja TIK ini, serta mendorong transparansi dan tata kelola yang baik di Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informatika (BAKTI) agar pembangunanĀ  infrastruktur digital di daerah 3T lebih optimal dan akuntabel.


Komdigi perlu berkolaborasi dengan kementerian dan lembaga terkait untuk menyederhanakan pungutan dan perizinan daerah di sektor telekomunikasi dengan pedoman yang jelas. Selain itu, pendekatan bottom-up perlu diperkuat dengan melibatkan Dinas Kominfo dalam pengambilan keputusan agar kebutuhan daerah kurang terlayani tercermin dalam strategi nasional.


Transformasi digital bukan lagi sekadar agenda industri, tetapi sudah menjadi hak dasar yang harus diperjuangkan. Internet yang inklusif akan mempercepat kesejahteraan masyarakat dengan membuka akses ke pendidikan, kesehatan, pekerjaan, dan informasi yang setara bagi semua orang.

Comments


Commenting on this post isn't available anymore. Contact the site owner for more info.
  • Youtube CIPS
  • Twitter CIPS
  • Instagram CIPS
  • LinkedIn CIPS
  • Email CIPS
bottom of page