top of page

Kasus Brasil Melawan Proteksionisme

Tantangan Brasil dalam mencapai keunggulan industri

Sebagai negara di Amerika Selatan yang terkenal dengan budayanya yang kaya, sumber daya alam yang melimpah, dan ambisi industri, Brasil telah berhasil membangun basis industri yang mencakup banyak hal, dari sabun hingga pesawat terbang. Banyak orang memuji pertumbuhan negara ini karena kebijakan proteksionisnya, misalnya tarif impor yang tinggi, keringanan pajak untuk produsen dalam negeri, dan insentif pemerintah yang tinggi. Tapi, di balik narasi itu, ada cerita yang berbeda—inefisiensi, kehilangan potensi, dan kegagalan yang merugikan. Bukannya mempercepat kebangkitan Brasil, proteksionisme malah menghambat kemajuan karena industri yang tercipta jadi lebih bergantung pada bantuan politik, bukan kinerja pasar.


Eksperimen Brasil dalam mendorong sektor otomotifnya dimulai dari tahun 1919, waktu FordĀ menjadi produsen mobil pertama yang merakit kendaraannya di sana. Ford tertarik dengan paket keringanan pajak dan perlindungan impor yang Brasil tawarkan. Perusahan Amerika itu menikmati pembebasan pajak yang tinggi untukĀ barang modal impor dan pengenaan tarif lebih tinggi untuk kendaraan kompetitor yang diimpor dari luar negeri. Setelahnya, tindakan-tindakan ini juga diberikan ke perusahaan lain seperti GM dan Romi. Tapi, sejak awal implementasinya, insentif-insentif ini justru merusak pasar, bukan mendorong perkembangan.Ā 


Fordlândia adalah contoh kegagalan awal yang paling terkenal terkait pendekatan ini. Pada tahun 1920-an Fordlândia dibangun sebagai kota industri mandiri di dalam Amazon untuk memenuhi kebutuhan karet Ford. Tapi, kota itu runtuh dalam dua dekade karena penyakit tropis, perencanaan yang buruk, dan superioritas budaya. Ford kehilangan setara $170 juta dalam perbandingan modern hanya untuk barang modal. Jumlah kerugian total, termasuk tenaga kerja, biaya modal, dan input yang tidak terpakai, masih belum diketahui. Proyek ini bukan gagal karena kelemahan idenya, tetapi karena proyeknya terisolasi dari tekanan persaingan dan umpan balik dunia nyata.


Di dekade 1950-an, Presiden Juscelino Kubitschek menerapkan industrialisasi dengan menjadikan proteksionisme doktrin resmi Brasil. Rencana Nasional atau Plano de MetasĀ Kubitschek melarang kendaraan impor dan menuntut pembuat mobil untuk melokalisasi produksi. Sebagai balasannya, mereka mendapat insentif pajak. Produsen mobil seperti Volkswagen dan GM bergegas masuk, bukan karena Brasil adalah tempat terbaik untuk membuat mobil, tetapi karena tidak banyak negara seperti Brasil, yang menjamin hasil produksinya akan terjual di negara itu. Antara tahun 1956 dan 1961, tiga kebijakan yang dikeluarkan menawarkan insentif fiskal dan strategis khusus untuk perusahaan yang berkomitmen menjalankan produksi dalam negeri. Strategi ini merupakan bagian dari tren regional yang lebih luas dan dikenal sebagai Industrialisasi Substitusi Impor (ISI). Tujuan strategi ini adalah untuk mengurangi ketergantungan pada barang asing dengan membangun industri dalam negeri di balik tembok tarif yang tinggi. Meskipun keputusan tersebut mendorong pertumbuhan industri yang pesat dalam jangka pendek, ISI sering kali menyebabkan sektor-sektor yang tidak efisien dan tidak kompetitif. Ini berefek pada industri di persaingan global, dan pada akhirnya membebani konsumen dengan harga yang lebih tinggi dan pilihan yang lebih sedikit.


Pada tahun 1970-an, Brasil telah membangun industri otomotif yang luas dan mempekerjakan ratusan ribu orang. Namun, ada satu masalah besar: tanpa persaingan asing, perusahaan kurang termotivasi untuk berinovasi atau memangkas biaya. Akhirnya, konsumen Brasil membayar harga yang lebih tinggi. Pada tahun 2025, biaya rata-rata Toyota Corolla hybrid melebihi $13.000 lebih tinggi di Brasil.Ā Sementara itu, harga di Meksiko 18% lebih hemat. Selain itu, meskipun para insinyur Brasil mengembangkan mesin berbahan bakar flex-fuel, secara keseluruhan sektor ini tertinggal dalam segi kualitas dan inovasi.


Seiring waktu, model proteksionis Brasil menjadi kurang efisien dan tidak berkelanjutan. Namun, pembuat kebijakan menanggapi masalah ini dengan menerapkan lebih banyak kebijakan yang mirip.Ā  Program seperti Rota 2030Ā menawarkan keringanan pajak untuk mencapai target produksi atau target kandungan lokal yang tidak jelas. Kebijakan-kebijakan ini sementara berhasil menopang industri, tetapi akhirnya industri tidak siap untuk persaingan nyata. Penerapan kebijakan proteksionisme selama beberapa dekade tidak mempersiapkan Brasil untuk bersaing di pasar global.


Produsen mobil Brasil melayani pasar dalam negeri dengan baik, tetapi masih berjuang dalam hal ekspor. Pada puncak produksi di tahun 2013, Brasil memproduksiĀ 3,7 juta kendaraan per tahun. Namun, mereka hanya mengekspor sekitar 15% dari hasil produksi tersebut. Mitra dagang otomotif utama mereka adalahĀ Argentina, Meksiko, Kolombia, Uruguay, dan Chile.


Sebagian besar pabrik Brasil kurang kompetitif dalam segi biaya pengiriman mobil ke Eropa atau Asia dalam jumlah besar. Oleh karena itu, waktu ekonomi Brasil melambat pada tahum 2010-an karena kombinasi penurunan harga komoditas, ketidakstabilan politik, dan pengeluaran publik yang tidak berkelanjutan, produksi merosot dan perusahaan global seperti Ford mulai menutup pabrik dan bahkan menghentikan operasi sepenuhnya.


ree

Sejak tahun 2021, pemanfaatan kapasitas di industri otomotif Brasil berada di bawah efisiensi optimal, menandakan kapasitas terlantar (idle capacity)Ā yang terus-menerus, permintaan yang lemah, dan tantangan daya saing di pasar global.


Penutupan Ford di Brasil pada tahun 2021Ā bersifat simbolis. Setelah lebih dari satu abad di Brasil, perusahaan ini menghentikan produksinya karena tidak mampu bertahan tanpa subsidi baru. Pada saat itu, Ford melewati satu dekade dengan penggunaan yang benar-benar minim dan ketidakmampuan untuk menutupi biaya tetap tanpa subsidi dari induknya di AS. Namun, pada tahun 2023, Ford menyatakan kembali ke Brasil, setelah Presiden Lula da Silva menawarkan keuntungan strategis untuk produsen kendaraan listrik yang mendirikan pabriknya di sana. Sekali lagi, industri otomotif ini tidak beralih ke inovasi atau ekspor untuk menyelamatkan dirinya, tetapi ke pemerintah untuk diselamatkan.


Brasil masih mengekspor sebagian kecil produksi kendaraannya di bawah perjanjian perdagangan yang dikelola oleh Mercosur. Ekspor ini kebanyakan dilakukan ke Argentina. Sementara itu, Meksiko memilih jalur yang lebih terbuka. Setelah menandatangani NAFTA pada tahun 1994, NAFTA memangkas tarif, menyambut investor asing, dan fokus menjadi platform ekspor. Sekarang, walaupun Meksiko tidak memiliki produsen mobil domestik, pabrik Meksiko memproduksi lebih banyak mobil dengan biaya lebih rendah dan kualitas lebih tinggi. Perbedaannya? Kompetisi. Pabrikan Meksiko melayani pasar global. Sebaliknya, pabrikan Brasil hanya melayani pasar domestik yang dilindungi, tetapi mengorbankan konsumen dan produktivitas.


Dari Brasil, kita belajar tentang bagaimana insentif, jika disalahgunakan, dapat menyebabkan disfungsi. Subsidi negara mendistorsi logistik: Brasil membangun jalan raya alih-alih rel kereta api, meskipun biaya transportasi air di banyak wilayah lebih murah. Masa kejayaan industri otomotif di Brasil bertepatan dengan dekade pembangunan infrastruktur yang paling transformatif (sebuah investasi yang tidak seimbang), yang fokus pada jalan raya dibanding rel, jalur transportasi air, dan transportasi udara. Pilihan-pilihan itu telah meninggalkan bekas yang bertahan lama: bahkan saat ini, sekitar 86% barang konsumsi dan 74% barang modal di Brasil dipindahkan dengan truk. Transportasi barang melalui jalur air hanya mencakup 5% dan 8%, meskipun garis pantai Brasil melintang sepanjang 7.357 km dan sungainya menutupi 12% permukaan air tawar dunia.


Sekarang, ketika kebijakan baru sepertiĀ Rota 2030 bertujuan untuk fokus pada inovasi, hasilnya hanya cukup memuaskan. Walau ada efisiensi bahan bakar dan fitur keselamatan yang lebih baik, sektor mobil tetap masih jauh di persaingan global.


Kebijakan industri memang dapat memelihara industri baru, tapi industri tersebut akan gagal mencapai kematangan bila terlalu bergantung pada bantuan negara. Sektor otomotif Brasil lahir di balik tembok dan menjadi gemuk karena subsidi. Sekarang, karena liberalisasi yang akan menghapus tarif mobil di tahun-tahun mendatang, industri harus beradaptasi atau runtuh. Kesepakatan Perdagangan Mercosur-UEĀ membuat blok perdagangan terbesar Amerika Selatan dan Uni Eropa setuju untuk menghapus tarif dan pasar terbuka secara bertahap selama beberapa tahun mendatang.


Sekarang, Fordlândia menjadi kota hantu di Amazon dan berdiri sebagai metafora: visi tanpa umpan balik itu hanyalah fantasi; ujung dari perlindungan tanpa tekanan adalah stagnansi. Sektor otomotif Brasil harus berhenti mengejar insentif di masa depan dan mulai bersaing. Kalau tidak, mimpi tentang industri yang unggul hanya akan berkarat di hutan.


FABRICIO ANTEZANA DURAN

Fabricio Antezana Duran adalah Social Media AssociateĀ di Yayasan Pendidikan Ekonomi.


GABRIEL GRILLI

Gabriel Grill adalah asisten peneliti di Ibmec (Institut Pasar Keuangan Brasil) dan alumnus Fund for American StudiesĀ dan American Institute for Economic Research. Gabriel juga merupakan Koordinator Students for Liberty.




Catatan:

Artikel ini ditulis oleh Fabricio Antezana Duran, dan Gabriel GrillĀ ditulis dan dipublikasikan oleh Foundation for Economic Education. CIPS menerjemahkan dan menggunakannya untuk tujuan pendidikan sebagai referensi bacaan tambahan mahasiswa dalam CIPS Learning Hub Teaching Toolkit. Artikel ini tidak mencerminkan pandangan CIPS.


Komentar


Mengomentari postingan ini tidak tersedia lagi. Hubungi pemilik situs untuk info selengkapnya.
  • Youtube CIPS
  • Twitter CIPS
  • Instagram CIPS
  • LinkedIn CIPS
  • Email CIPS
bottom of page