top of page
Gambar penulisBhimanto Suwastoyo

Indonesia di Persimpangan Jalan: Potensi Lumbung Pangan Dunia atau Korban Krisis Global?

Diperbarui: 6 Nov

Dengan potensi pertaniannya yang sedemikian besarnya serta jumlah penduduknya yang

begitu banyak, Indonesia berada dalam posisi unik untuk di satu sisi, dapat berkontribusi

pada keamanan pangan global tetapi juga dapat terdampak oleh krisis pangan global.


Indonesia perlu semenjak dini mengantisipasi risiko krisis pangan global dan mengambil

langkah-langkah mitigasi agar dapat memastikan keamanan pangannya kelak.


Dunia saat ini menghadapi ancaman krisis pangan yang serius. Perubahan iklim ekstrem, seperti kekeringan, banjir, dan badai, telah merusak lahan pertanian dan mengurangi hasil panen di banyak negara, mengakibatkan penurunan produksi pangan dan meningkatkan kerawanan pangan.


Konflik bersenjata dan ketidakstabilan politik di berbagai wilayah, seperti perang di Ukraina, telah mengganggu produksi dan distribusi pangan sementara harga pupuk global yang meningkat drastis telah mengurangi kemampuan petani memproduksi pangan dalam jumlah

yang mencukupi.


Banyak negara bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan pangan mereka. Ketika terjadi gangguan dalam perdagangan internasional, seperti pembatasan ekspor atau masalah logistik, negara negara ini menghadapi risiko kekurangan pangan.


Laju pertumbuhan penduduk yang cepat meningkatkan permintaan akan pangan, sementara

lahan pertanian dan sumber daya alam tetap terbatas atau bahkan semakin menyusut. Ini menciptakan tekanan tambahan pada sistem pangan global.


Indonesia sendiri sangat rentan terhadap krisis pangan global karena berbagai faktor. Pertanian Indonesia, sangat terpengaruhi oleh perubahan iklim. Cuaca ekstrem seperti kekeringan, banjir dan pola hujan yang berubah-ubah akan berdampak pada hasil panen secara signifikan. Fenomena seperti El Niño misalnya, seringkali menimbulkan kekeringan yang menurunkan produksi beras.


Walaupun merupakan salah satu penghasil beras utama, Indonesia juga masih bergantung pada impor untuk memenuhi kebutuhan dalam negerinya. Ketergantungan ini membuat negeri ini rentan terhadap fluktuasi pasar global serta disrupsi perdagangan. Larangan atau pembatasan ekspor oleh beberapa negara produsen beras utama, misalnya, dapat mengakibatkan kekurangan pasokan dan harga tinggi.


Meningkatnya permintaan pangan di Indonesia, terutama karena faktor pertumbuhan penduduk, memerlukan perbaikan produktivitas pertanian yang menerus serta sistem distribusi pangan yang efisien.


Instabilitas ekonomi, seperti inflasi dan nilai tukar yang berfluktuasi, dapat mempengaruhi keterjangkauan pangan. Harga pangan yang tinggi akan berakibat pada meluasnya kemiskinan serta ketidakpastian pada keamanan pangan, terutama di kalangan keluarga berpendapatan rendah.


Infrastruktur yang tidak memadai, termasuk transportasi dan fasilitas penyimpanan yang buruk, dapat mengakibatkan kerugian pasca panen yang signifikan. Memperbaiki infrastruktur menjadi sangat penting untuk dapat memastikan distribusi pangan yang efisien

serta mengurangi limbah pangan.


Indonesia perlu meningkatkan produksi pangan dalam negerinya, antara lain dengan investasi dalam teknik-teknik pertanian modern, varietas unggul serta sistem irigasi yang handal sementara juga membantu petani memperbaiki praktik pertanian mereka dan meningkatkan hasil panen mereka dengan pemberian subsidi langsung, pelatihan serta akses pada kredit yang terjangkau.


Untuk mengantisipasi dan memitigasi potensi krisis pangan, Indonesia perlu menerapkan pendekatan multisegi yang dapat mengatasi baik tantangan jangka pendek maupun yang jangka panjang.


Langkah jangka pendeknya termasuk memperkuat cadangan pangan, terutama bahan makanan pokok seperti beras, serta memastikan sistem distribusi yang efektif supaya dapat menghindari kekurangan stok di daerah-daerah terpencil Saat krisis, diperlukan penyediaan dukungan bagi petani serta distributor untuk menjaga rantai pasok yang stabil. Sementara itu pemerintah perlu mendiversifikasi sumber impor pangannya dan membangun kemitraan strategis dengan negara-negara penghasil pangan utama.


Dalam jangka menengahnya perlu didorong investasi di bidang riset dan pengembangan untuk meningkatkan ragam benih, pupuk serta teknik-teknik pertanian. Infrastruktur irigasi perlu diperluas serta tata kelola air berkelanjutan perlu didorong. Petani kecil perlu didukung melalui penyuluhan pertanian, akses pada kredit serta pasar.


Diversifikasi tanaman juga perlu didorong untuk mengurangi kerentanan terhadap gagal panen satu jenis tanaman tertentu saja. Prioritas juga sebaiknya diberikan kepada komoditas

pertanian bernilai tinggi, terutama untuk diekspor.


Lahan pertanian yang subur perlu dilindungi agar tidak terkonversi menjadi lahan yang bukan untuk pertanian, dan praktik-praktik tata kelola lahan yang berkelanjutan juga perlu diterapkan untuk mencegah degradasi tanah.


Pada jangka panjangnya, Indonesia perlu mengembangkan praktik-praktik pertanian yang tahan iklim ekstrem serta berinvestasi ke dalam sistem peringatan dini untuk bencana alam.


Selain mempromosikan pendidikan nutrisi serta akses kepada diet yang beragam, perlu juga mendorong pertanian organik yang mengurangi ketergantungan pada input kimiawi. Tak kalah pentingnya adalah mengembangkan rencana respons krisis pangan yang komprehensif, termasuk dengan sistem peringatan dini serta jaringan distribusi yang efektif.


Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta serta masyarakat madani dalam menangani tantangan-tantangan keamanan pangan perlu dibangun, disertai dengan investasi dalam pengumpulan data dan sistem analisis yang kuat untuk memonitor produksi, konsumsi serta harga pangan.


Dengan mengadopsi berbagai strategi ini, Indonesia akan dapat membangun sebuah sistem

pangan yang lebih tahan dan lebih siap untuk mengatasi tantangan-tantangan di bidang pangan di masa mendatang serta memastikan keamanan pangan bagi penduduknya.

Comments


Commenting has been turned off.
bottom of page