Siaran Pers - Jakarta, Perlindungan data dan perlindungan konsumen merupakan dua aspek penting yang dapat mendukung pertumbuhan ekonomi digital. Ekonomi berbasis internet diperkirakan bernilai sebesar US$40 miliar oleh Google & Temasek atau 3,57% Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia pada 2019. Angka ini menunjukkan Indonesia memiliki potensi yang besar untuk meningkatkan kontribusi ekonomi digital terhadap PDB. Namun, hal ini perlu diikuti upaya yang konkret untuk menjaga kepercayaan konsumen melalui dua aspek perlindungan tadi.
Peneliti Center for Indonesian Policy Studies Ira Aprilianti mengemukakan, keterlibatan multistakeholders yaitu, pemerintah, pelaku usaha dan civil society diperlukan untuk memastikan regulasi dan kebijakan perlindungan konsumen dapat menjaring masukkan dan perspektif dari segala lini. Ira menambahkan, perlu adanya koordinasi dan konsolidasi antar lembaga pemerintah dan nonpemerintah dalam menangani perlindungan konsumen. Beberapa institusi yang diperlukan keterlibatannya antara lain adalah Kementerian Perdagangan, Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM), Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK), asosiasi usaha serta pelaku usaha.
Secara ideal, sinergi diperlukan dalam merumuskan interpretasi dan implementasi kebijakan, serta menentukan parameter untuk mengukur kepatuhan pelaku usaha dan literasi konsumen terhadap hak-haknya. Yang terjadi saat ini justru konsumen sangat tergantung pada responsible business conduct yang dilakukan oleh pelaku usaha secara mandiri. Padahal, responsible business conduct saja tidak cukup untuk melindungi konsumen karena diperlukan payung hukum sehingga pengertian dan implementasi perlindungan konsumen dan data akan mempunyai indikator atau standar yang adil.
“Regulasi yang ada saat ini belum cukup memadai untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen dan data mereka. Regulasi yang berlapis dan tersebar di beberapa institusi pemerintah membuat penanganan masalah ini menjadi tersebar dan tidak fokus. Salah satu yang perlu dilakukan adalah mempercepat pembahasan RUU Perlindungan Data Pribadi karena saat ini perlindungan data pribadi tersebar di 32 UU,” tandasnya dalam diskusi panel bersama Kepala Subdirektorat Pelayanan Pengaduan Konsumen, Mulyansari, Direktur Eksekutif dari Indonesia Services Dialogue Council, Devi Ariyani, serta Ketua Bidang Perlindungan Konsumen idEA, Agnes Susanto pada Rabu (22/07/2020) di Digital Week 2020.
Perlindungan data pribadi merupakan isu yang tidak bisa dilepaskan dari perlindungan konsumen digital secara umum. Di tengah pandemi Covid-19 seperti sekarang ini, banyak kegiatan masyarakat, termasuk kegiatan ekonomi, yang biasanya dilakukan secara konvensional atau bertatap muka langsung, dialihkan ke platform online. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan peningkatan transaksi e-commerce sebanyak 42% berdasarkan survei sosial demografi atas dampak Covid-19. Untuk itu, sangat penting memastikan perlindungan konsumen dan data bisa diperkuat.
Lemahnya perlindungan data pribadi di Indonesia dapat dilihat dari beberapa kasus yang terjadi belakangan ini, seperti adanya kebocoran data konsumen marketplace yang diperjualbelikan di sebuah dark web dan juga kebocoran data pasien Covid-19. Pengesahan RUU ini diharapkan bisa memunculkan awareness terhadap konsumen terhadap perlunya perlindungan data miliknya dan juga mendorong upaya pelaku usaha atau penyedia layanan untuk lebih transparan dalam penggunaan data dan lebih bertanggung jawab terhadap kerahasiaan data yang dimilikinya.
Disahkannya RUU Perlindungan Data Pribadi, lanjut Ira, sangat mendesak sebagai salah satu bentuk jaminan perlindungan kepada konsumen. Penggunaan data pribadi bagi oknum penyedia layanan e-commerce tidak jarang disalahgunakan dan diakses untuk kepentingan di luar transaksi yang dilakukan antara konsumen dengan penyedia platform. Dalam beberapa kasus yang berhubungan dengan perusahaan financial technology (fintech), data konsumen disebarluaskan dan diperjualbelikan kepada pihak ketiga atau bahkan digunakan untuk meneror tanpa sepengetahuan konsumen.
Perlindungan data dan konsumen merupakan dua dari banyak aspek yang didiskusikan dalam konferensi virtual Digital Week 2020 yang dipersembahkan oleh Center for Indonesian Policy Studies (CIPS). Digital Week 2020 yang berlangsung pada 21-24 Juli 2020 adalah kegiatan yang bertujuan untuk memfasilitasi dialog antara pemerintah, pihak swasta, dan civil society untuk memastikan peraturan yang ada bisa mendorong industri digital dan teknologi Indonesia untuk berinovasi dan berkembang, sembari memastikan perlindungan data dan konsumen.
Sebelumnya, hari pertama Digital Week 2020 dibuka kemarin, Selasa (21/07/2020), oleh Chairwoman CIPS, Saidah Sakwan, yang dilanjutkan oleh keynote speech dari Staf Khusus Menteri Komunikasi dan Informatika Dedy Permadi dan Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita. Ketiga pembicara menekankan pentingnya peranan transformasi ekonomi digital dan Industry 4.0 terhadap pertumbuhan ekonomi yang perlu didukung oleh infrastruktur telekomunikasi dan perangkat digital, kebijakan yang mendukung inovasi, serta pengembangan industri digital yang inklusif.
“Infrastruktur digital di Indonesia akan membawa peluang positif hingga mencapai US$155 miliar di Indonesia pada 2025 berdasarkan perhitungan McKinsey. Apalagi, Indonesia juga menjadi salah satu negara sebagai pengguna internet tertinggi di dunia, yang mencapai 175 juta pengguna atau 64% total penduduk Indonesia,” jelas Menteri Perindustrian.
Pada hari yang sama, terdapat sesi pembahasan perlindungan data pribadi oleh Direktur Tata Kelola Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika Mariam F. Barata, Anggota Komisi I Dewan Perwakilan Rakyat Bobby Adhityo Rizaldi dan Praktisi Regulasi Digital Ajisatria Suleiman. Ketiga pembicara memaparkan pentingnya payung hukum data pribadi yang menyeimbangkan perlindungan data konsumen dan inovasi pada ekonomi digital. Bobby Adhityo Rizaldi memaparkan bahwa pengesahan RUU Perlindungan Data Pribadi memiliki urgensi yang mendesak karena semakin banyak kasus-kasus terkait penyalahgunaan data pribadi seperti data Covid-19 dan platform digital yang menurutnya diperjualbelikan.
Комментарии