top of page

Dana BOSP Bagi Sekolah Swasta: Problematika Pemerataan Akses Pendidikan

Dana Bantuan Operasional Satuan Pendidikan (BOSP) dari pemerintah memang diberikan kepada baik sekolah negeri maupun swasta, namun persyaratan bagi sekolah swasta yang notabene berperan penting dalam mengisi kekosongan akibat terbatasnya jumlah dan akses ke sekolah negeri, masih kurang mendukung pemerataan akses pendidikan yang diamanatkan Undang-Undang.


Data Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan RistekĀ memperlihatkan bahwa pada tahun ajaran 2022/2023 terdapat sekolah negeri sebanyak 164.585 unit dan swasta 54.877 unit.


Meski dari sisi penyaluran, telah menghilangkan dikotomi antara sekolah negeri dan sekolah swasta, tapi banyak sekali aturan yang masih memberatkan sekolah swasta. Dana BOSP misalnya, tidak diperkenankan digunakan untuk mengurangi uang sekolah (SPP) murid dan sekolah penerima dana ini tidak boleh memungut dana dari masyarakat.


Padahal sumber dana sekolah itu umumnya berasal dari:

  • Dana BOSP Reguler untuk operasional pendidikan,Ā 

  • Bantuan siswa miskin/BOSP AfirmasiĀ 

  • Subsidi pemerintah seperti tunjangan guru non-PNS/listrik/kebutuhan sekolah non pendidikan lainnya, danĀ 

  • Dari yayasan pendidikan


Hanya saja, yang swasta itu tidak mendapatkan subsidi pemerintahĀ karena dana tunjangan, dana bantuan rehabilitasi, dana pengadaan listrik air dsb itu diprioritaskan untuk sekolah negeri. Jadi mereka hanya dapat mengandalkan dana BOSP yang dihitung per kepala murid. Semakin sedikit muridnya, semakin sedikit dana yang masuk.


Lingkaran setan yang tak akan ada habisnya bagi sekolah sekolah swasta di daerah-daerah miskin, tertinggal atau terisolir. Larangan penggunaan Dana BOSP untuk mengurangi beban SPP siswa membuat sekolah tersebut tidak terjangkau dan akibatnya murid pun sedikit hingga dana BOSP pun semakin kecil dan seterusnya. Ā Akibatnya, banyak sekolah swasta di daerah yang tak dapat bertahan dengan murid yang sedikit hingga akhirnya harus menutup pintu mereka.


Di wilayah 3T -- tertinggal, terdepan dan terluar – sekolah swasta itu rata rata dulunya sekolah berbasis agama seperti pesantren atau binaan gereja, yang kemudian berubah jadi sekolah swasta yang umumnya juga berbiaya rendah.


Sekolah-sekolah ini justru rentan sumber pendanaannya. Lagi lagi, otonomi sekolah atau kebijakan dan inisiatif kepala sekolah yang diuji untuk mencari sumber pendanaan. Di sini pemerintah perlu memberikan perhatian lebih untuk mendukung dengan tunjangan lain yang diperlukan sekolah swasta model seperti ini.Ā 


Sistem dana BOSP seperti sekarang ini nampaknya belum mampu menangkap ragam kebutuhan sekolah-sekolah swasta di berbagai daerah.Ā 


Membuat standar terkait penyediaan dana memang dapat membantu memastikan transparansi dan akuntabilitas tetapi mungkin tidak dapat digunakan untuk menangani tantangan-tantangan spesifik yang dihadapi berbagai sekolah swasta di daerah-daerah tadi.


Contohnya saja, sekolah-sekolah di daerah dengan infrastruktur terbatas mungkin membutuhkan dana tambahan untuk transportasi, konektivitas internet, pemeliharaan fasilitas sekolah atau bahkan untuk mensubsidi SPP.


Sebuah sistem dana BOSP yang lebih fleksibel akan dapat membantu meringankan beban sekolah yang menghadapi tantangan tantangan seperti ini. Salah satu solusi yang mungkin adalah dengan memasukkan variasi kedaerahan dalam pedoman-pedoman yang ada, yang memungkinkan penyesuaian untuk mengatasi kebutuhan kebutuhan dan keadaan spesifik tiap sekolah di daerah yang berbeda. Ini dapat mencakup faktor seperti lokasi geografis, kepadatan penduduk dan kondisi sosio-ekonomi.


Sebuah pendekatan lain yang memungkinkan adalah dengan memberikan lebih banyak otonomiĀ pada sekolah untuk mengalokasikan dana BOSP mereka. Fleksibilitas ini akan memungkinkan sekolah untuk memprioritaskan pengeluaran mereka didasarkan atas kebutuhan dan keadaan. Sekolah akan dapat menggunakan uangnya untuk untuk pelatihan guru, teknologi edukasi atau proyek perbaikan sekolah.


Tentu saja penting untuk menjaga keseimbangan antara fleksibilitas dan akuntabilitas. Walaupun sebuah sistem dana BOSP yang lebih fleksibel memang dibutuhkan, harus juga dipastikan bahwa dananya digunakan secara efektif dan transparan.


Monitoring dan evaluasi secara teratur akan dapat membantu memastikan bahwa sekolah menggunakan dana BOSP-nya untuk penggunaan yang sesuai dengan yang direncanakan.


Salah satu masalah besar yang dihadapi sekolah di daerah-daerah terisolasi adalah kesulitan dalam mengakses dana BOSP. Regulasi dan prosedur administratif yang rumit dan berbelit-belit, yang seringkali membutuhkan persetujuan berlapis lapis, tidak saja memakan waktu yang lama tetapi juga dapat membuat orang frustasi.Ā 


Hal ini bisa menunda pencairan dana, yang juga hanya dibayarkan setiap tiga bulan sekali, sehingga mengakibatkan kekosongan dana ketika benar-benar diperlukan dan mengganggu operasional sekolah.


Sistem pendanaan pendidikan saat ini membutuhkan perubahan, baik dari segi regulasi maupun mekanisme pendanaan, untuk mendukung komitmen konstitusional jangka panjang dalam memperlakukan sekolah swasta dan negeri secara adil.Ā 


Dana BOSP memang merupakan sarana berharga untuk mendukung pendidikan di Indonesia. Namun agar dapat sepenuhnya merealisasikan potensinya, penting untuk mempertimbangkan pendekatan yang lebih fleksibel, yang membandingkan tantangan dan peluang spesifik yang dihadapi sekolah, terutama di daerah-daerah terpencil dan tertinggal.Ā 


Dengan menyediakan fleksibilitas dan otonomi yang lebih besar, dana BOSP akan dapat terus berperan mendukung sekolah sekolah swasta ini dengan membantu mereka menyediakan pendidikan bermutu bagi anak didik mereka bahkan dalam situasi-situasi yang paling menantang.


Comments


Commenting on this post isn't available anymore. Contact the site owner for more info.
  • Youtube CIPS
  • Twitter CIPS
  • Instagram CIPS
  • LinkedIn CIPS
  • Email CIPS
bottom of page