Anggaran Kementerian Pertanian (Kementan) perlu fokus pada adopsi pertanian berkelanjutan. Tantangan di sektor ini dapat diatasi dengan praktik pertanian yang menjaga keseimbangan lingkungan, seperti intensifikasi lahan, penyediaan input berkualitas seperti pupuk dan benih, serta mendukung peningkatan produktivitas pangan yang memperhatikan kesejahteraan petani.
“Adopsi pertanian berkelanjutan sangat penting untuk mengadaptasi tantangan perubahan iklim pada sektor pertanian,” ucap Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Sarah Firdausi.
Ada sejumlah isu yang perlu dievaluasi terkait produktivitas pangan, seperti rendahnya tingkat produktivitas padi dan palawija serta disparitas atau kesenjangan produktivitas antar wilayah. Di saat yang bersamaan, sektor pertanian Indonesia juga dihadapkan pada sejumlah tantangan, seperti laju pertumbuhan penduduk, alih fungsi lahan dan perubahan iklim.
Berbagai tantangan tersebut membuat penyediaan pangan sebaiknya tidak hanya fokus pada produksi dan perluasan (ekstensifikasi). Fokus perlu diarahkan pada produktivitas dan pertanian berkelanjutan, salah satunya melalui intensifikasi lahan.
Terkait ekstensifikasi lahan, program Cetak Sawah perlu dievaluasi karena dapat menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan. Selain itu, program ini juga berisiko menimbulkan dampak sosial, karena mendorong konsumsi pangan yang hanya terbatas pada beberapa jenis komoditas saja.
Idealnya, Indonesia sudah mulai mengadopsi cara-cara bercocok tanam yang lebih efisien dan berkelanjutan, seperti dengan mekanisasi pertanian, pertanian yang berbasis data yang kuat, pertanian organik, sistem pengendalian hama terpadu dan pengembangan input pertanian yang lebih berkelanjutan.
Penggunaan praktik budidaya yang berkelanjutan juga dapat meningkatkan daya saing produk pertanian Indonesia. Sebagai contoh, permintaan pasar global untuk kakao atau kopi yang bersertifikasi berkelanjutan semakin meningkat.
Praktik budidaya yang disebut-sebut tidak berkelanjutan juga menghambat masuknya crude palm oil (CPO) ke pasar Eropa. Padahal jika penerapan pertanian berkelanjutan sudah diadopsi, peluang untuk ekspansi pasar terbuka lebar untuk para petani.
Tuntutan akan produk pertanian yang dihasilkan lewat cara-cara yang berkelanjutan dan juga lewat tata kelola (governance) yang baik bukan tidak mungkin akan menjadi persyaratan utama di masa mendatang. Hal ini, lanjut Sarah, perlu diperhatikan dan direspons sesegera mungkin.
Ketika tuntutan tersebut muncul dan dapat direspons oleh produsen / negara lain, maka Indonesia berpotensi kehilangan pasar dan sulit bersaing di pasar internasional.
Untuk menekan emisi dan memastikan stabilitas ketahanan pangan pemerintah juga perlu mendorong diversifikasi sumber pangan dan modernisasi sistem pertanian.
Pertanian, sebagai sumber pangan utama, memiliki kontribusi besar terhadap pemanasan global. Tapi di saat bersamaan, pertanian juga sangat rentan terdampak bencana iklim, karenanya perlu adanya transformasi sistem pangan Indonesia ke arah yang lebih berkelanjutan untuk memastikan terjaganya ketahanan pangan nasional.
Kementan mendapatkan tambahan anggaran sebesar Rp 21,49 triliun untuk tahun 2025. Sebelumnya, dalam pagu anggaran 2025 Kementan mendapat anggaran sebesar Rp7,91 triliun. Penambahan anggaran sebesar Rp 13,58 triliun ini diharapkan dapat menyasar persoalan pokok pada sektor pertanian Indonesia.
コメント