top of page
Gambar penulisBhimanto Suwastoyo

Otonomi Sekolah Menuju Indonesia Emas: potensi dan tantangannya….

Otonomi sekolah, kebijakan yang mulai diluncurkan seiring dengan desentralisasi kewenangan di tahun 1999, merupakan kunci pencapaian aspirasi Indonesia untuk menjadi sebuah kekuatan berpendapatan tinggi, sejahtera, inklusif dan berkelanjutan di tahun 2045.

 

Kebijakan yang bertujuan meningkatkan mutu serta efisiensi pendidikan dengan memberdayakan pimpinan sekolah, pengajar dan masyarakat, memberikan kebebasan dan tanggung jawab kepada sekolah untuk menentukan sendiri operasi, penganggaran, pembuatan program dan metoda pengajaran mereka.

 

Penerapan otonomi daerah di Indonesia, termasuk dibidang pendidikan, telah menciptakan tantangan-tantangan serius hingga tidak selalu berlangsung secara efektif. Efektivitas ini sangat bergantung pada kemampuan daerah, sumber daya yang tersedia serta kemampuan sekolah dan para tenaga pengajarnya.


Dalam mengatasi permasalahan mutu pendidikan di Indonesia, pengelolaan tingkat sekolah, atau yang biasa dikenal dengan manajemen berbasis sekolah (MBS) merupakan solusi yang efektif untuk melakukan reformasi pendidikan yang lebih produktif di level sekolah. 

 

MBS fokus pada peran komunitas sekolah dan memiliki potensi untuk menggalakkan partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan serta mempercepat kemajuan prestasi belajar siswa.

 

Menurut hasil pemeringkatan OECD PISA 2022 memperlihatkan bahwa sekolah sekolah di Indonesia memiliki tingkat otonomi yang moderat karena beberapa persentase kriterianya mendekati rerata OECD.

 

Di Indonesia, 56 persen siswa belajar di sekolah di mana tanggung jawab utama kepala sekolahnya adalah sekedar mengangkat guru sementara rerata OECD adalah 60 persen. Tujuh puluh persen lainnya, atau mendekati rerata OECD yang 76 persen, mengikuti sekolah dimana gurunya bertanggung jawab memilih materi pelajarannya.

 

Namun beberapa studi lainnya menemukan bahwa banyak kepala sekolah serta guru tidak mengambil peluang dari otonomi yang diberikan kepada mereka dan seringkali masih meminta persetujuan atasan mereka pada tingkat kabupaten/kota sebelum membuat keputusan.

 

Ini mungkin disebabkan oleh kurangnya kejelasan dalam pedoman pengajaran, insentif, mekanisme akuntabilitas serta pembangunan kapasitas dalam tata kelola yang didasarkan atas sekolah dan bukan tenaga kerjanya di Indonesia.

 

Beberapa guru juga mungkin tidak memilki pemahaman mengenai otonomi pembelajaran siswa, yaitu kemampuan serta kesediaan siswa untuk menentukan pembelajaran mereka sendiri.

 

OECD PiSA 2022, juga memperlihatkan bahwa 13 persen siswa di Indonesia berada di sekolah dimana kepala sekolahnya melaporkan kemampuan sekolah memberikan pembelajaran terhambat oleh rendahnya mutu rendah tenaga pengajarnya.

 

Salah satu tantangan utama dalam pelaksanaan otonomi sekolah adalah sistem pendidikan yang masih tersentralisasi dimana Kementerian Pendidikan, Kebudayaan dan Ristek memiliki wewenang cukup besar atas kurikulum, perekrutan guru, serta alokasi sumber daya dan hal ini membatasi otonomi sekolah-sekolah.

 

Wewenang pimpinan sekolah dan guru seringkali sangat terbatas dalam pengembangan kurikulum, alokasi anggaran dan perekrutan, dan ini menghindari kemampuan mereka berinovasi dan beradaptasi pada kebutuhan setempat.

 

Disparitas dalam pembagian sumber daya di antara sekolah-sekolah di Indonesia menghalangi usaha untuk mendorong otonomi karena sekolah -sekolah dengan sumber daya terbatas akan kesulitan melaksanakan otonomi mereka.     

 

Tak kalah penting adalah perlunya perubahan pola pikir serta struktur hierarki tradisional untuk bisa menerapkan otonomi sekolah. Beberapa pemangku kepentingan mungkin tidak akan begitu saja menyerahkan kendali atas beberapa hal dan dengan demikian menghindari kemajuan.

 

Diperlukan kejelasan peran dan tanggung jawab masing-masing pemegang kewenangan serta pemangku kepentingan pada berbagai tingkat pendidikan serta juga pendanaan, sumber daya serta dukungan yang memadai untuk memungkinkan sekolah menerapkan rencana serta program mereka.

 

Budaya saling percaya, kolaborasi, serta inovasi perlu dikembangkan di antara pimpinan sekolah, para guru, siswa, serta orangtua siswa, dan juga mendorong siswa untuk ikut berpartisipasi dan bersuara dalam urusan-urusan sekolah.


Peran langsung orangtua, terutama, akan sangat membantu dalam memberikan dampak positif pada hasil pembelajaran siswa.

 

Perlu juga memperkuat pengembangan profesional serta evaluasi para guru dan kepala sekolah dan mendorong penerapan contoh-contoh praktik-praktik serta pembelajaran terbaik.

 

Yang jelas adalah bahwa dengan otonomi, sekolah akan dapat beradaptasi sesuai dengan kebutuhan dan prefensi setempat dan juga potensi dan karakteristik siswa dan komunitasnya sehingga dapat merespons dengan lebih efektif perubahan-perubahan sosial yang terjadi, masalah keragaman budaya serta disparitas antar daerah.

 

Dengan mengurangi birokrasi, efisiensi serta efektivitas pendidikan dapat ditingkatkan, dan akuntabilitas diperkuat .

Pimpinan sekolah dan guru juga memperoleh lebih banyak waktu untuk menciptakan inovasi dalam praktik mengajar, rancangan kurikulum serta metoda penilaian kemampuan dan potensi siswa. 

 

Otonomi juga dapat mendorong kesetaraan dan inklusivitas pendidikan dengan memberdayakan kelompok kelompok termarginalisasi dalam pengambilan keputusan sekolah serta menarik manfaat dari sumber daya sekolah.

 

Selain itu, otonomi juga mendukung pengembangan modal sumber daya manusia dengan menumbuhkan keterampilan dan kompetensi yang diperlukan di abad ke 21, seperti berpikir kritis, praktis dan mampu mencari pemecahan masalah.

 

Akuntabilitas yang lebih besar yang datang dengan otonomi yang lebih luas, dapat membuat sekolah lebih terlibat dalam memastikan kinerjanya serta mendorong perbaikan yang menerus.

 

Untuk mengatasi tantangan yang ada serta memanfaatkan peluang, antara lain dapat dilakukan dengan mereformasi kebijakan dengan mendesentralisasi proses pengambilan keputusan, mendistribusikan kembali sumber daya secara merata serta memberdayakan pimpinan sekolah, para guru dan komunitas terkait.

 

Penting juga untuk menyediakan pelatihan serta dukungan bagi para pimpinan sekolah, pengajar serta pemangku kepentingan lainnya untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan mereka di bidang-bidang seperti tata kelola sekolah, pedagogi, pengembangan kurikulum serta perencanaan keuangan agar dapat menjalankan otonomi secara efektif.

 

Semangat berkolaborasi dan berjejaring juga perlu dibangun antara sekolah, pemerintah daerah, serta lembaga yang relevan untuk bertukar pikiran dan pengalaman, serta praktik terbaik.

 

Tak kalah pentingnya adalah meningkatkan kesadaran masyarakat akan manfaat dari otonomi sekolah sehingga akan dapat mengurangi resistensi terhadap perubahan. 

 

Dengan menangani tantangan-tantangan dan memaksimalkan peluangnya yang ada, Indonesia dapat berusaha memastikan otonomi sekolah.dan  sistem pendidikan yang lebih fleksibel dan responsif. Tentu saja juga diperlukan ekosistem regulatif yang mendukung.

 

Otonomi sekolah yang lebih besar, dibarengi dengan inisiatif swasta serta pembentukan keterampilan yang tepat di antara siswa dan guru dapat membangun sistem pendidikan yang tangguh, dan memfasilitasi peningkatan mutu pendidikan.



508 tampilan

Comments


Commenting has been turned off.
bottom of page