Apa itu Neraca Komoditas?
Sebagai solusi sistem perizinan perdagangan Indonesia yang masih banyak permasalahan, diantaranya proses yang panjang, kurangnya transparansi, dan kualitas data yang buruk, pemerintah memperkenalkan Neraca Komoditas, yang juga bagian dari implementasi UU Cipta Kerja No 11/ 2020.
Neraca komoditas adalah data dan informasi yang memuat antara lain situasi konsumsi dan produksi komoditas tertentu untuk kebutuhan penduduk dan keperluan industri dalam kurun waktu tertentu yang ditetapkan dan berlaku secara nasional.
Peraturan Presiden mengenai penggunaan neraca komoditas masih dalam tahap harmonisasi. Saat ini, Neraca Komoditas disebutkan dalam beberapa peraturan pemerintah, yaitu: Peraturan Pemerintah No. 5/2021 tentang penyelenggaraan Perizinan Berusaha Berbasis Risiko, Peraturan Pemerintah No. 27/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan, Peraturan Pemerintah No. 28/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perindustrian, dan Peraturan Pemerintah No. 29/2021 tentang Penyelenggaraan Bidang Perdagangan.
Fungsi dan Tujuan Neraca Komoditas
Neraca Komoditas merupakan basis data terintegrasi yang berisi data tentang penawaran
dan permintaan agregat berbagai jenis barang secara nasional. Basis data ini diharapkan dapat mengestimasi defisit dan surplus permintaan ekspor dan impor. Data yang telah terintegrasi tersebut akan digunakan sebagai dasar penerbitan rekomendasi ekspor dan impor. Neraca Komoditas juga diharapkan dapat meningkatkan akses terhadap bahan baku dan input industri lainnya yang selama ini menjadi salah satu tantangan bagi para pelaku usaha di Indonesia. Pada praktiknya, Neraca Komoditas akan digunakan sebagai acuan dalam penentuan kuota ekspor dan impor.
Cara Kerja dan Implementasi Neraca Komoditas
Neraca Komoditas akan disediakan dalam suatu sistem interface tunggal terintegrasi dengan Sistem Nasional Neraca Komoditas (SNANK) yang merupakan sub-sistem Indonesia National Single Window (INSW). Proses permohonan perizinan ekspor/impor bagi perusahaan rencananya akan sepenuhnya dilakukan secara online. SNANK akan mengalirkan data dan informasi dari pelaku usaha kepada Kementerian/Lembaga terkait.
Untuk tahun 2022, implementasi neraca komoditas diawali dengan 5 komoditas pangan yaitu garam, gula, beras, daging sapi dan produk perikanan. Rencananya lebih banyak produk akan dimasukkan ke dalam Neraca Komoditas pada tahun 2023.
Perbedaan Neraca Komoditas dari Prosedur Sebelumnya
Neraca Komoditas memangkas satu tahapan dalam proses perizinan kuota yaitu surat rekomendasi dari kementerian-kementerian teknis. Kuota yang akan dialokasikan oleh Kementerian Perdagangan akan berdasarkan Neraca Komoditas dan bukan lagi surat rekomendasi kementerian teknis.
Apa yang Pro dari Neraca Komoditas?
Sumber data nasional yang komprehensif
Neraca Komoditas diharapkan akan berisi data penawaran dan permintaan berbagai jenis barang, termasuk tingkat persediaan produk tersebut serta informasi mengenai kapan barang tersebut akan dibutuhkan serta kualitas standarnya apabila pengumpulan data berjalan lancar dan bebas bias.
Meningkatkan efisiensi dalam jalur perizinan perdagangan internasional
Neraca Komoditas menghapus satu tahapan dalam perizinan kuota. Selain itu, Permendag No. 19/2021 dan No. 20/2021 memperkenalkan pendekatan “silence is consent” (diam berarti setuju)”. Jika dokumen perusahaan telah lengkap dan pemerintah tidak menanggapi permohonan dalam waktu 5 hari, maka perusahaan tersebut akan secara otomatis diberi izin dengan kuota sesuai dengan jumlah yang diajukan.
Meningkatkan transparansi serta mengurangi potensi korupsi dalam proses pemberian izin perdagangan
Penghapusan tahap surat rekomendasi dari kementerian-kementerian teknis yang sering menjadi ajang pemburu rente diharapkan dapat mengurangi tindak korupsi.
Apa yang Kontra dari Neraca Komoditas?
Reliabilitas data perusahaan
Ketergantungan input data bisnis dapat memberi dorongan bagi perusahaan untuk melaporkan estimasi yang tidak akurat guna mempengaruhi akses mereka terhadap impor maupun ekspor. Lantas ada kekhawatiran bahwa produsen bahan baku dalam negeri mungkin melebih-lebihkan kapasitas mereka untuk mengurangi persaingan impor.
Rentan sengketa terkait keakuratan data
Neraca Komoditas tidak akan banyak mengubah proses pengumpulan dan verifikasi data dari kementerian dan lembaga-lembaga pemerintah. Mekanisme yang digunakan tetap melalui rapat koordinasi pemerintah dan revisi Neraca Komoditas di pertengahan tahun. Mekanisme untuk menyelesaikan perbedaan antar kementerian masih belum tersedia secara terperinci. Selain itu juga masih tidak ada mekanisme penyelesaian sengketa bagi para perusahaan yang merasa bahwa kuota yang diberikan kepada mereka tidak tepat.
Sulitnya memastikan keterlibatan UMKM dalam penentuan Neraca Komoditas
Perusahaan-perusahaan kecil kemungkinan tidak dapat mengkontribusikan informasi lantaran kemampuan perencanaan dan kapasitas manajemen yang terbatas. Akibatnya, data agregat Neraca Komoditas akan lebih condong kepada kebutuhan perusahaan-perusahaan besar.
Menyamarkan keragaman produk
Data yang dikumpulkan dalam Neraca Komoditas digeneralisasikan berdasarkan Harmonized System (HS) Code 8 digit. Meskipun mempersingkat proses perdagangan, hal ini dapat menyebabkan ketidakcocokan antara penawaran dan permintaan yang diestimasikan. Selain itu, dengan berfokus hanya pada jumlah, keragaman dalam setiap komoditas juga akan tersamarkan dan menyebabkan salah satunya pembatasan opsi bahan baku. Hal ini dapat menimbulkan masalah, khususnya dalam proses manufaktur karena ada bahan baku dengan spesifikasi tertentu yang tidak bisa menggantikan produk lain dari komoditas yang sama.
Penggunaan data yang rigid di tengah dinamika bisnis yang sangat kompleks
Konsep Neraca Komoditas tidak mempertimbangkan harga dan hal ini dapat menjadi masalah untuk estimasi permintaan dan tingkat pasokan yang dibutuhkan untuk memenuhinya. Dalam sistem berbasis pasar, harga menjadi medium dimana produsen dan konsumen mengkomunikasikan tingkat penawaran dan permintaan mereka. Contohnya, harga tinggi, (dengan asumsi hal lainnya tidak berubah) mengindikasikan bahwa ada kelebihan permintaan dan memberi dorongan kepada para produsen untuk meningkatkan produksinya atau memasuki pasar untuk menggenjot pasokan. Kebijakan pemerintah yang beranggapan bahwa jumlah pasokan mencukupi adalah keliru apabila harga domestik lebih tinggi dari harga lalu atau harga asing.
Ketidakpastian daftar tambahan komoditas lain
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 28/2021, pemerintah dapat melakukan pembatasan ekspor ataupun relaksasi impor untuk menjamin akses terhadap bahan baku dan input industri.
Dari sampel yang diambil oleh CIPS, setengah dari daftar barang-barang yang bisa disebut “bahan baku dan input industri” dalam lampiran peraturan tersebut tidak termasuk dalam sistem perizinan. Hal ini berarti barang-barang yang terlampir belum tentu sudah pasti dibatasi. Selain itu, ada impresi bahwa Neraca Komoditas dapat diperluas ke barang-barang lain yang tidak diatur perdagangannya.
Rekomendasi CIPS terkait Neraca Komoditas
Meski upaya untuk mempercepat proses administrasi perizinan ekspor memiliki tujuan yang baik, penggunaan basis data yang cenderung kaku dan berpotensi tidak akurat dapat memberikan informasi yang salah terhadap proses pengambilan kebijakan. Untuk itu, pemerintah perlu berhati - hati dalam menggunakannya. Selain itu, data serta pemberian kuota untuk 5 komoditas yang sekarang sudah masuk ke dalam Neraca Komoditas perlu dipublikasikan agar dapat dicek oleh publik.
Penghapusan sistem kuota akan tetap lebih efisien dibanding penggunaan Neraca Komoditas. Dihapusnya sistem izin secara keseluruhan akan merampingkan proses dan membuat alur perdagangan lebih efektif daripada birokrasi yang ada saat ini. Perbaikan pengumpulan data dan basis data perdagangan Indonesia harus tetap diupayakan namun, dapat diterapkan tanpa memberlakukan hambatan perdagangan tambahan, dan justru bersamaan dengan penghapusan hambatan-hambatan yang ada.
Ingin tahu lebih lanjut? Baca selengkapnya di Ringkasan Kebijakan CIPS di sini.
Comments