Dear Pembaca,
Tanggal 2 September kemarin kami genap berusia lima tahun. Selama lima tahun ini kami telah berkerja keras untuk memastikan ketahanan pangan Indonesia dengan memberikan rekomendasi-rekomendasi kebijakan kepada pemerintah.
Tahun ini, Indeks Ketahanan Pangan Indonesia naik dari peringkat ke-65, ke 62. Kabar baik memang, tapi peringkat kita masih tertinggal jauh dibanding negara tetangga seperti Singapura di peringkat ke-1, dan Malaysia di peringkat ke-28.
Peringkat rendah Indonesia dibandingkan negara-negara ASEAN menunjukkan bahwa kita perlu lebih bersaing. Status ketahanan pangan Indonesia dapat kontribusi tinggi dari peran serta petani. Tanggal 24 September ini juga menjadi hari jadi tani Indonesia.
Sebelum Covid-19 datang, pertanian kita terutama pada komoditas beras juga mengalami cobaan. Produksi beras di tahun 2019 turun 2,63 ton dibanding tahun sebelumnya. Jika dibandingkan negara lain seperti Vietnam, di tahun 2018 mereka bisa memproduksi 5,8 ton/hektar, sedangkan Indonesia hanya 5,2 ton/hektar.
Penurunan ini juga memiliki alasan, mulai dari krisis iklim, berkurangnya lahan & jumlah petani yang menggarapnya. Serta, kebijakan yang proteksionis. Bagaimana petani Indonesia bisa meningkat hasil produktivitas mereka?
CIPS terus mengajak dialog kebijakan dengan para pemangku kepentingan sampai akademisi. Salah satunya baru terjadi pada minggu lalu, Kepala Peneliti Felippa Amanta & Anggota Dewan CIPS, Dr Arianto Patunru memaparkan rekomendasi kami, di depan 700 peserta konferensi Indonesia Update yang diselenggarakan oleh Australian National University, di bawah program Indonesia Project. Beberapa yang menyaksikan di antaranya adalah Mantan Wakil Presiden Indonesia, Boediono, dan juga Mantan Menteri Keuangan, Chatib Basri.
Dalam acara tersebut kami juga mengingatkan pemerintah terkait program lumbung pangan untuk menjaga stok pangan Indonesia adalah langkah yang kurang tepat, sebab berisiko memunculkan konflik agraria serta dampak negatif terhadap lingkungan. Kami membahas lebih dalam di makalah diskusi kami tentang kebijakan beras dari masa ke masa.
Felippa Amanta (Kepala Peneliti) & Arianto Patunru (Anggota Dewan) di menjadi pembicara di Konferensi ANU Indonesia Project, bersama dengan Mantan Wakil Presiden, Boediono
Salah satu arah konstruktif yang kami dukung adalah modernisasi pertanian dari sisi alat & juga pengetahuan. Kami membahas lebih dalam webinar kerja sama dengan Eurocham beberapa waktu lalu. Dalam diskusi tersebut kami mendiskusikan bagaimana kolaborasi dengan sektor swasta dapat memperluas akses petani kepada teknologi & inovasi yang dapat membantu meningkatkan produktivitas pertanian yang berkelanjutan.
Namun faktanya, modernisasi ini tersandung kebijakan yang rumit & ketat. Untuk mengatasi hal ini, CIPS merekomendasikan investasi sebagai solusi. Dibanding dengan sektor lain, foreign direct investment untuk sektor pertanian hanya 3%. Di makalah ini, kami memberikan rekomendasi bagi pemerintah untuk membuat iklim investasi yang ramah.
Semoga di hari jadi CIPS selanjutnya dan perayaan hari tani berikutnya, Indonesia dapat mencapai ketahanan pangan yang lebih baik & para petani Indonesia dapat hidup sejahtera.
Kerja kami selama ini tak lepas dari dukungan Anda, untuk itu kami di CIPS memberikan sebuah pesan kepada Anda para pendukung kami. Tonton videonya di bawah.
Salam hangat,
Rainer Heufers
Comentarios