Rencana Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim untuk membentuk marketplace guru merupakan sebuah inovasi. Tapi hal ini tidak menyelesaikan inti permasalahan guru Indonesia.
“Pada prinsipnya, inovasi ini memberikan kesempatan dan otonomi yang semakin besar bagi
sekolah untuk merekrut guru yang sesuai dengan kebutuhannya,” terang Peneliti Center for
Indonesian Policy Studies (CIPS) Natasya Zahra.
Natasya menambahkan, otonomi yang besar kepada sekolah juga memungkinkan mereka mengadopsi dan menyesuaikan bentuk-bentuk pengajaran berdasarkan kurikulum yang digunakan. Hal ini juga menciptakan kemandirian dan daya saing untuk meningkatkan kualitas sekolah dan siswa masing-masing.
Para guru yang memiliki kriteria yang sesuai dengan persyaratan marketplace juga akan semakin tertantang untuk meningkatkan kompetensinya.
Namun sayangnya rencana ini berpeluang besar tidak menjawab persoalan guru yang sudah
ada sebelumnya, seperti kualitas guru dan belum meratanya distribusi guru.
Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan kalau kebijakan marketplace guru jadi dilakukan.
Yang pertama adalah bagaimana menyikapi terciptanya mekanisme pasar, karena distribusi
guru berkualitas hanya akan terpusat pada sekolah-sekolah bagus.
Hal ini tentu tidak sejalan dengan pemerataan kualitas pendidikan yang ingin dicapai pemerintah, yang salah satunya diupayakan melalui kebijakan zonasi.
Selain itu, wewenang yang besar terhadap sekolah juga mengharuskan mereka memiliki pengelolaan dan pemahaman keuangan yang baik, karena penyaluran gaji dan lain-lain juga
akan diserahkan kepada sekolah.
Untuk mendukung hal tersebut, dibutuhkan mekanisme pengawasan untuk memastikan gaji
benar-benar diterima oleh guru yang bersangkutan dan tidak salah sasaran.
Natasya menambahkan, bantuan berupa bimbingan dan pelatihan kepada kepala sekolah dan guru akan sangat dibutuhkan untuk mensukseskan proses ini.
Rencana ini juga berpotensi diskriminatif karena hanya terbuka untuk guru honorer yang sudah lulus seleksi pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) dan pendidikan profesi guru (PPG) prajabatan.
Guru honorer yang tidak lulus seleksi belum dapat diakomodir oleh skema ini. Hal inilah, lanjutnya, yang membuat kebijakan ini tidak berdampak pada permasalahan yang sudah ada.
Comments