Kita merayakan Hari Tani Nasional, sebuah peringatan yang nampaknya akan kehilangan relevansinya bila kita tak segera berusaha menghentikan atau bahkan membalikkan kecenderungan terus menurunnya jumlah petani kita dari tahun ke tahun.
Hasil dari sensus pertanian 10 tahunan yang dilaksanakan bulan Juni dan Juli lalu belum rampung, sehingga kita belum bisa mengetahui data pokok terkini sektor pertanian kita.
Namun yang jelas, sudah jarang generasi muda yang berminat untuk berkecimpung di dunia pertanian.
Padahal, tanpa regenerasi petani, pertanian dan juga ketahanan pangan kita akan semakin terancam.
Berdasarkan studi kasus dalam makalah diskusi CIPS “Membantu Petani Keluar dari Perangkap Kemiskinan melalui Penghidupan Berkelanjutan”, minat untuk mencari pekerjaan diluar sektor pertanian ini bahkan juga berlaku bagi mereka yang berasal dari keluarga yang telah bertani lintas generasi.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan proporsi pemuda yang bekerja di sektor pertanianterus menurun.
Pada 2011, tercatat ada 29,18 persen pemuda berumur antara 19 dan 39 tahun bekerja di sektor ini dan tahun 2021 angkanya sudah melorot menjadi 19,18 persen.
Kepala BPS bahkan dikutip mengatakan ada bulan April 2023 bahwa petani yang masuk kategori generasi muda dengan usia antara 19-39 tahun hanya tinggal sekitar 9 persen atau 2,7 juta orang saja.
Survei pertanian antar sensus (SUTAS) tahun 2018 yang dilakukan BPS menunjukkan bahwa berdasarkan kelompok umur, sektor ini masih didominasi oleh rumah tangga usaha pertanian yang berada di rentang usia diatas 35 tahun sementara yang berusia di bawah itu hanya 3.21 juta saja atau sekitar 1,16 persen.
Diperlukan usaha konkrit untuk menjaga keberlangsungan sektor pertanian yang menjadi penopang utama ketahanan pangan bangsa ini.
Dalam publikasi terakhirnya yang berupa buku berjudul “Memodernisasi Pertanian Indonesia,” Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) berpendapat bahwa modernisasi merupakan jalan keluar potensial dari tantangan-tantangan di sektor ini.
Buku ini membahas tantangan dan potensi modernisasi dalam meningkatkan pertanian dan ketahanan pangan Indonesia serta juga pentingnya mewujudkan sektor pertanian yang nondistortif dan kompetitif sebagai bagian dari modernisasi pertanian.
Modernisasi tidak saja dalam hal mekanisasi tetapi juga penggunaan teknologi seperti teknologi digital serta penerapan praktek budidaya yang lebih baik dan berkelanjutan.
Mekanisasi yang akan mengurangi porsi kerja berat di lapangan, serta penggunaan teknologi baik dalam budidaya maupun penyimpanan, pemrosesan, pemasaran, maupun tata kelola, juga berpotensi menarik generasi muda untuk berkecimpung di sektor ini.
Modernisasi tidak hanya akan memperbaiki produktivitas sektor pangan kita yang masih rendah namun juga akan dapat memperbaiki taraf hidup masyarakat serta menjamin keberlanjutan pertanian.
Proses ini juga dapat membantu memastikan ketersediaan, mutu, keterjangkauan maupun akses kepada pangan maupun menjawab tantangan dari perubahan iklim dan cuaca ekstrem yang dibawanya, serta emisi bidang pertanian Mengingat besarnya investasi yang diperlukan untuk mekanisasi dan penggunaan maupun pengembangan teknologi digital yang dibutuhkan bagi modernisasi pertanian, peran serta pihak swasta, baik dari segi investasi dan permodalan, pelatihan, serta riset dan pengembangan merupakan keniscayaan.
Comments